EVERNA Bittersweet Symphony

Andry Chang
Chapter #44

5th Verse SOSTENUTO

Dari semua ancaman yang pernah Anne hadapi, mungkin kali ini termasuk yang paling tak masuk akal.

Bayangkan, sedikitnya delapan manusia logam kerdil yang disebut otomaton berhadap-hadapan dengan seorang gadis muda yang tak bisa bertarung. Para benda tak berakal itu mengira Anne seorang penyusup, yang memasuki lahan orang lain tanpa izin dengan niat buruk.

Sosok-sosok bertubuh amat kurus seperti ranting pohon itu memiliki kepala yang terkesan pipih dari depan dan bundar dari atas, seperti piring saja. Dua mata bundar menyorot dari kepala itu bagai lampu-lampu kecil.

Para otomaton itu tak bermulut, mereka hanya mengeluarkan suara “bip-bip” saja dari lubang kecil di wajah pipihnya, tempat mulut mereka seharusnya berada.

Melihat situasi yang sarat dengan kemungkinan salah paham ini, Anne berpikir cepat dan berseru, “Permisi, saya Daini Nates dari Raine’s Deli, hendak mengantarkan barang belanjaan Pak Stephen Elgrade yang ketinggalan di toko kami.”

Mendengar dan mengamati penjelasan, penampilan dan gerak tubuh Anne, para otomaton berhenti bergerak dan berkomunikasi satu sama lain dengan suara “bip-bip”.

Lantas, salah satu otomaton maju perlahan, lalu melambaikan tangan bertelapak capitnya sebagai isyarat agar Anne ikut dengan dirinya. Anne mengikuti si otomaton dengan langkah-langkah tanpa beban, namun tidak cepat.

Melihat itu pula, para otomaton lain berbalik pula dan kembali pada tugas mereka masing-masing. Ternyata mereka adalah para asisten dan karyawan ciptaan si penemu muda.

Teknologi otomaton, sejenis robot mesinah bertenaga mesin uap sebenarnya sudah ada sejak awal Zaman Mesin di Everna. Namun, inti “jiwa” si otomaton adalah kristal gaib berwarna merah yang disebut golemium.

Berhubung di akhir Zaman Mesin ini kristal gaib makin langka, satu unit otomaton hanya menggunakan sepotong golemium yang amat kecil, besarnya tak lebih daripada permata tiruan di cincin murahan. Akibatnya, kemampuan otomaton untuk berkomunikasi jadi makin minim, karena kebanyakan kapasitas kecerdasan gaib mereka dilatih untuk pekerjaan mereka saja.

Kembali pada Anne yang sedang mengikuti si otomaton, mata biru si gadis tak hentinya terbelalak melihat mesin-mesin dan perangkat-perangkat yang bertebaran di ruang depan bengkel Stephen Elgrade.

Ada mesin cuci yang kelihatan besar dan aneh, lengkap dengan sikat-sikat dan alat peras otomatis. Alat peras itu berupa dua silinder bergerigi, dengan celah sempit tempat lewatnya pakaian atau semacamnya saat diperas.

Ada pula mesin cetak yang berfungsi untuk mencetak surat kabar secara otomatis dengan jumlah eksemplar sebanyak apa pun yang diinginkan. Sayangnya, karena mesin fotokopi atau komputer belum ditemukan di zaman ini, pengaturan tata letak huruf, kata, kalimat dan bahkan fotonya masih dilakukan dengan tangan, dengan tuts-tuts seperti mesin tik menggantikan papan-papan huruf dari kayu yang jadi kepala cetaknya setelah diolesi tinta.

Ada banyak lagi perangkat selain kedua mesin raksasa di sana. Sebenarnya semua itu terlihat amat kuno di mata batin Daini yang berasal dari zaman informasi dan smartphone. Yang membuatnya sungguh tercengang adalah ide-ide penemuan dan inovasi Stephen Elgrade yang seakan tak ada habisnya, yang telah diwujudkan dalam karya-karya yang tuntas, namun masih berupa prototipe yang belum bisa diproduksi masal.

Dengan bunyi “bip-bip”, si otomaton lantas memanggil Anne-Daini sambil menunjuk ke arah seorang pria yang sedang duduk sambil membenamkan kepalanya pada bantalan kedua lengannya di atas meja makan.

Tak salah lagi, dialah si penemu, Stephen Elgrade.

Anne sempat terperanjat melihat kondisi dan posisi Stephen. Namun, melihat punggungnya yang sedikit naik-turun, Anne lantas menyimpulkan bahwa Stephen sedang ketiduran, bukan pingsan atau lebih parah daripada itu.

Karena Anne adalah tamu, ia merasa risih. Pikiran ketimuran Daini juga menyimpulkan kurang sopan bila tamu membangunkan tuan rumah. Jadi, si otomatonlah yang tanpa ragu mencubit lengan bawah tuannya dengan capitnya yang tumpul, tak bersudut.

Terperanjat, Stephen terbangun sambil terlonjak dari mejanya. Refleks, ia merentangkan satu lengan. Lengan itu membentur si otomaton hingga jatuh berkelontang di lantai.

Stephen lantas cepat-cepat mengangkat si otomaton malang dari lantai. “Wah, maafkan aku, Ellis!” serunya. “Aku pasti sedang terkejut karena dibangunkan mendadak tadi, jadi aku bereaksi dengan setengah mengigau.”

Si otomaton berbunyi “bip” agak panjang dan lembut, seolah hendak bilang “tak apa-apa”, lalu dengan setengah berlari keluar dari ruang makan dan kembali pada tugasnya, yaitu memperbaiki, merakit atau memasang sesuatu di halaman depan.

Daini yang belum paham sama sekali tentang otomaton, kristal gaib dan semacamnya hanya bisa geleng-geleng kepala. Namun konsentrasinya cepat pulih dan ia berkata, “Ini saya, Daini Nates. Maaf mengganggu, tapi ada barang-barang belanjaan Tuan yang ketinggalan di Raine’s Deli, dan saya mengantarkannya pada Tuan.” Ia lantas menaruh kantung kertas berisi roti-roti di atas meja.

Lihat selengkapnya