Tiga hari kemudian...
Suasana di Raine’s Deli tampak biasa-biasa saja seperti hari-hari kemarin, tanpa insiden. Yang aneh, menjelang tengah hari toko jadi lebih sepi daripada biasanya. Padahal, kebanyakan pelanggan datang ke toko roti dari pasar untuk membeli cemilan lezat untuk diminum bersama teh di waktu makan siang.
Duduk di meja kasir sambil bertopang dagu, Anne memikirkan hal itu sambil menatap ke arah kalender. Oh, pantas saja. Mungkin karena ini sudah akhir bulan, para langganan yang kebanyakan dari kelas pekerja cenderung berpikir untuk menghemat uang gaji mereka yang menipis, menunda membeli makanan cemilan yang tak terlalu pokok dulu, mengencangkan ikat pinggang. Dari hari gajian hingga pertengahan bulan depan, barulah mereka beli lebih banyak ragam roti selain roti tawar.
Parahnya, sejak buka tadi pagi hingga menjelang tengah hari, hanya segelintir pelanggan dari kelas menengah dan atas yang memborong roti. Jadi setidaknya ada beberapa jenis roti, termasuk Roti Musafir yang stoknya habis.
Namun kerena toko sepi, Emily memutuskan tak memanggang Roti Musafir tambahan dulu sepanjang sisa hari ini. Seperti biasa, alasannya adalah bahan selai kurma mahal dan agak sulit didapat. Lagipula, Emily tak memanggang banyak roti hari ini karena telah memperkirakan situasi ini bakal terjadi dalam kondisi biasa.
Diam-diam Anne senyum-senyum kagum sendiri. Setidaknya Emily cukup mumpuni sebagai pemilik toko dan pengusaha yang baik. Tanpa sadar, cara pikir Emily sedikit-banyak mempengaruhi, mengembangkan dan menginspirasi cara pikir Anne.
Dilihat dari sisi lain, setidaknya Anne bisa agak tenang hari ini. Itu karena tak akan ada penjahat, apalagi pembunuh yang bakal menyusup dan menyelinap di antara kerumunan orang dalam toko yang ramai, yang pastinya bakal membuat Anne kewalahan... atau berakibat fatal baginya.
Tak lama kemudian, Anne bergerak hendak tutup toko karena ini sudah waktunya makan siang. Ia sedikit miris karena tak bisa masak. Tapi tak apa-apa, setidaknya Chloe yang serba bisa sudah menangani itu. Hidangan makan siang yang terhitung lezat sudah tersedia di meja.
Tiba-tiba ada seorang wanita membunyikan bel pintu toko. Untunglah Anne belum mengunci pintu, jadi ia tinggal membuka pintu saja dan mempersilakan wanita itu masuk. Wajah Anne berseri-seri saat ia mengenali salah seorang langganan lama, seorang wanita berdarah Lore dan berambut kecokelatan. Apalagi penampilan dan busananya layaknya wanita kalangan atas. Wanita itu amat suka memborong roti untuk keluarganya hampir tiap hari.
Namun, Anne melihat ada sesuatu yang janggal dan langsung menanyakannya pada si pelanggan. “Selamat siang dan selamat datang di Raine’s Deli, Bu Selkirk. Wah, kebetulan sekali Ibu tak menumpang kereta kuda Ibu.”