Kebobolan.
Bukan kata yang elegan, tapi itulah kata yang cukup mewakili situasi dan kondisi di Raine’s Deli saat ini.
Bagaimana tidak, Bu Selkirk, salah seorang langganan tetap toko roti ini malah melakukan tindakan amat mencurigakan di lantai atas gedung dua lantai di Distrik Wylesbury ini, dengan dalih ke kamar kecil dan memesan Roti Musafir.
Padahal Anne, Chloe dan Emily mengantisipasi bahwa yang datang adalah seorang wanita Wushu bernama Tan Xin, atau orang samarannya.
Mengingat Tan Xin pernah menyamar menjadi wanita Wushu lain bernama Mei Ling, asumsi yang ada adalah, Tan Xin pasti bakal menyamar menjadi wanita Wushu lagi yang berperawakan sama dengannya. Ilmu penyamaran Tan Xin tidak mungkin amat tinggi, sehingga bisa menyamar menjadi orang Lore asli yang bertubuh rata-rata lebih tinggi daripada dirinya.
Kini, kenyataan telah bicara. Jangan-jangan Tan Xin menyamar sebagai Bu Selkirk, seorang manusia nyata.
Teriakan Anne jadi bagai tanda bahaya yang membuat kedua rekannya, Chloe dan Emily cepat-cepat bergegas dan merapatkan barisan bersama Anne di ruang makan.
“Huh, gaun mewah dan segala pernak-pernik ini membuatku jadi sulit bergerak,” kata Bu Selkirk. “Seharusnya kutuntaskan saja pekerjaanku secepatnya dan angkat kaki dari sini. Tapi tidak, menaiki tangga saja sudah makan banyak waktu. Samaranku jadi mentah, terpaksa aku terang-terangan kali ini.”
“Astaga, jadi kau adalah... Tan Xin?” sergah Anne.
“Tepat sekali.” Sambil mengatakannya, sosok Bu Selkirk mulai diselimuti seberkas kubah ungu kehitaman. Perlu waktu beberapa detik hingga kubah itu lenyap, menampilkan sosok yang berbeda.
Itu adalah sosok seorang wanita bertampang, berperawakan, bahkan berpakaian oriental. Dialah Tan Xin, seorang musafir antar ranah kegelapan yang ikut mengincar nyawa Anne.
“Nah, gaun ini jauh lebih baik, aku bisa bergerak lebih bebas kini,” kata Tan Xin sambil tersenyum maniak. “Walau kuakui, akan jauh lebih mudah meracuni makanan Putri Anne dan teman-teman, lalu melenggang pergi dan mendengarkan suara-suara memilukan tiga wanita yang meregang nyawa dari jauh. Kini aku terpaksa harus bertarung, mengotori gaun warna-warniku lagi dengan darah. Yah, apa boleh buat, jalan hidup seorang musafir antar ranah memang tak pernah mulus.”