Kesadaran Anne pulih kembali sesaat kemudian. Namun kini Anne masih ada di ruang toko Raine’s Deli, bukan akhirat.
Namun nyawa gadis berambut pirang itu kini di ujung tanduk, karena Tan Xin sudah menghunjamkan kuku-kuku tangannya yang panjang nan runcing ke arah tubuh Anne.
Untunglah kali ini Chloe bergerak amat cepat dan menabrak Tan Xin hingga kehilangan keseimbangan dan jatuh membentur rak pajangan, sehingga roti-roti di sana berjatuhan ke lantai.
Giliran Tan Xin bangkit berdiri dan merutuk, “Menyebalkan! Biar kuhabisi kalian bertiga sekaligus!” Hawa hitam di sekujur tubuhnya makin pekat, tanda ia akan mengerahkan sihir yang lebih ganas lagi.
Melihat gelagat Tan Xin di dekat pintu masuk, Anne cepat-cepat lari menjauh ke dalam, ke arah dapur.
Chloe dan Emily lantas menembakkan sihir badai es dan cahaya suci tajam bersamaan. Dua larik besar sinar biru muda dan putih menghantam aura pelindung Tan Xin yang tak kasat mata.
Namun Anne tak peduli lagi bagaimana hasil bentrokan itu. Setibanya di dapur, akal sehatnya kembali bekerja. Ia lantas mengambil pisau dapur besar dan alu kayu penggiling adonan, lalu bersembunyi di balik meja tempat menaruh loyang roti sehingga tak terlihat oleh musuh.
Saat itulah baru Anne sadar ia telah salah masuk ruangan. Ia seharusnya terus saja menyusuri koridor menuju pintu belakang lalu lari keluar, lolos dari percobaan pembunuhan lagi. Harap saja Chloe dan Emily berhasil menghentikan Tan Xin, batinnya.
Yang terjadi justru tak sesuai harapan. Jantung Anne serasa berhenti berdetak saat ia melihat yang memasuki dapur justru orang yang paling tak ia harapkan, yaitu Tan Xin.
“Tuan Putri, Tuan Putri, di mana kau? Keluarlah, toh kau pasti mati seperti tikus dalam perangkap,” sindir Tan Xin. “Percuma saja menunggu kedua temanmu, mereka tak bisa membantumu lagi.”
Sepanik-paniknya Anne, ia masih bisa berpikir, mustahil Chloe dan Emily kalah dengan mudah dari Tan Xin. Jadi ia memilih tetap bergeming di tempat tanpa bersuara, dengan menahan napas pula.