Terluka, terancam, terjebak dalam api pula.
Dalam situasi terjepit tiga kali lipat seperti ini, “Anne asli” pasti sudah panik, pingsan atau menyerah pada nasib. Namun, Anne yang sekarang adalah Anne yang berbeda, bukan yang “asli” lagi.
Daripada larut dalam kepanikan, jiwa Daini Natsir dalam tubuh Anne sudah siap melakukan tindakan nekat, yaitu lari secepat-cepatnya menerobos api. Mungkin saja, dengan perhitungan yang tepat, ditambah pengenalan yang cukup akan tempat kerjanya, Daini punya peluang lebih besar untuk selamat.
Namun saat Anne-Daini bangkit dan bersiap-siap untuk lari keluar lewat pintu belakang, Chloe menahannya dengan menarik pergelangan tangan sang Putri Raja.
“Tunggu! Biar kupasangkan mantra pelindung dulu di tubuhmu, baru kita terobos api ini bersama-sama.” Sambil mengatakan itu, Chloe merapal mantra, “Galatr!”
Seberkas cahaya putih muncul dari tongkat sihir Chloe dan melingkupi seluruh tubuh Anne. Chloe mengulangi mantra yang sama pada dirinya sendiri dan Emily.
Setelah siap, ketiga wanita muda itu saling mengangguk ke satu sama lain, lalu bangkit dan bergerak cepat bersama ke pintu dapur.
Dapur sudah porak-poranda dan masih terbakar, padahal semua api gaib Tan Xin sudah padam. Anne merasakan panas yang amat kentara, lebih panas daripada saat semua oven dalam dapur itu sedang menyala serempak.
Karena sudah hapal betul tata letak ruangan itu, Emily yang lari paling depan membantu kedua rekannya melewati semua perabot dan lemari yang roboh dan terbakar. Ketiganya berhasil keluar dari dapur dengan hanya luka-luka melepuh di sana-sini saja.
Jalur selanjutnya seharusnya cukup mudah, yaitu melewati koridor sampai ke pintu belakang toko. Namun ternyata koridor itu terhalang sepenuhnya oleh lemari besar yang jatuh dan masih terbakar, dan entah ada apa lagi di belakang lemari itu.
“Ayo, kita lewat pintu dapur saja!” seru Emily.
Ketiga wanita itu cepat berbalik dan lari menyusuri koridor ke arah ruang toko yang untungnya tak terhalang.
Anne hanya bisa meringis miris melihat rak-rak roti dilalap api di ruangan toko. Dengan cepat ia membuka laci mesin hitung uang, mengeluarkan semua uang kas dari sana dan menaruhnya dalam kantung celemek putihnya yang sudah bernoda merah darah.
Emily dan Chloe juga sempat meraih benda apa pun yang bisa diselematkan. Namun ketiganya kini dihadapkan pada sebuah dinding api yang sedang melalap pintu kayu, pajangan, tirai dan kaca jendela etalase toko. Mustahil ketiga wanita itu bisa melewati dinding api tanpa resiko sama sekali bakal terbakar, kecuali...
“Biar kucoba sihir badai esku! An Jokul’me Fyasch!”
Sihir badai es berhembus kencang nan dahsyat, membuat kaca-kaca jendela dan pintu yang sedang memuai akibat panas terbakar menyusut. Penyusutan tiba-tiba dengan sihir es dingin bentrok dengan daya pemuaian daya lidah api Tan Xin. Hampir seketika, terjadi kejenuhan daya pemuaian yang akhirnya membuat semua kaca pintu dan jendela pecah berkeping-keping.
“Kesempatan! Ayo terobos sekarang!” seru Chloe.
Ketiga wanita muda lari serempak. Chloe yang terkuat di antara mereka bertiga lari terdepan, diikuti Emily, lalu Anne yang paling belakang. Ketiganya mendobrak kusen jendela yang sudah rapuh terbakar dan mendoncang keluar sampai jatuh berguling-guling di trotoar depan toko roti.