Stephen Elgrade adalah seorang pria dengan kehidupan yang sederhana dari segi penampilan, sikap dan perilaku, namun amat kompleks dari segi pemikiran sebagai ilmuwan serba bisa.
Ramai dalam kesepian, sepi dalam keramaian.
Contohnya adalah kondisi Stephen saat ini. Saat pikirannya dipenuhi solusi, ilham dan rencana untuk proyeknya yang masih berjalan, pria berwajah baby faced namun berusia dua puluh lima tahun itu malah berada di halaman rumah-bengkelnya, sedang memainkan olahraga yang masih baru di zamannya, yaitu golf.
Permainan yang bukan ciptaan Stephen itu diadaptasi dari versi aslinya di Planet Bumi, lebih tepatnya diilhamkan lewat “keisengan” seorang musafir antar ranah, entah siapa dia. Yang muncul di permukaan justru orang pertama yang mempopulerkan golf di Everna, yaitu bangsawan asal Edel, Dominic Krajnic.
Karena tak punya lahan yang luas, Stephen memodifikasi golf versi Krajnic menjadi putt putt golf. Itu artinya Stephen tak perlu memukul bola dari satu titik ke jarak jauh dulu ke arah lubang yang dituju. Ia tinggal memukul bola dengan relatif perlahan, melewati rintangan-rintangan dan lintasan-lintasan khusus di halaman rumahnya, menuju lubang dangkal.
Dengan penuh rasa percaya diri, Stephen memukul bola golf dengan tongkat khusus untuk melakukan pukulan jarak dekat alias putt. Tak terlalu cepat, bola meluncur di sepanjang lintasan, lalu membentur pembatas-pembatas yang tersusun dari lempengan-lempengan besi tua tak terpakai dan perkakas-perkakas rusak. Lalu dengan mulus bola itu masuk ke dalam lubang sasaran.
“Mantap!” Stephen mengangkat kedua kepalan tangan seperti anak kecil yang baru menang lomba lari.
Lalu ia bicara pada para otomaton kerdil yang selalu siap di dekatnya, “Yah, aku sudah bosan dengan lintasan ini. Ayo kita buat yang baru, yang lebih menantang lagi.”
Sambil berbunyi “bip-bip”, para otomaton yang rupanya paham terhadap instruksi lisan Stephen itu melaksanakan perintah. Satu demi satu, struktur lintasan berubah dengan adanya penambahan dan pengurangan perkakas dan besi tua yang dipakai.
Tentu saja Stephen tak hanya menunggu. Ia memberi instruksi dan membantu memilih pernak-pernik, mengarahkan otomaton-otomatonnya melakukan pemasangan di tempat yang ia inginkan.
Di tengah-tengah kegiatan itu, satu otomaton menghampiri Stephen sambil berbunyi “bip, bip” keras.
“Ada apa, Nik?” tanya Stephen.
Otomaton dengan tulisan huruf timbul “N1K” di kepalanya yang berbentuk piringan terus berbunyi dengan irama dan ketukan berubah-ubah, yang adalah bahasa isyarat otomaton. Mata merah golemiumnya berkedip-kedip pula, menunjukkan urgensi pesan.
“Apa? Ada empat orang tamu di pintu depan?” tanggap Stephen. “Tiga wanita, satu pria? Bukankah aku sudah berpesan tak mau terima tamu sepanjang hari ini? Ilmuwan butuh libur juga, tahu!”
N1K bersuara lagi sambil menyerahkan menyerahkan sesuatu pada Stephen.
“Hmm, mereka bilang ini amat penting?” Stephen tercenung . “Tapi... apa ini? Ini adalah... sebuah bros singa meas beralas biru – lambang Kerajaan Lore? Rombongan keluarga Raja berkunjung kemari? Gila, aku harus bersiap-siap!”
Stephen lari terburu-buru ke dalam rumah, meninggalkan para otomaton yang terpaku di tempat seperti kebingungan. Pemuda berambut pirang itu lantas cepat-cepat merapikan baju dan rompi dekilnya dan menyisir rambut sekenanya. Namun rambutnya jadi berantakan lagi karena ia lupa pakai minyak rambut atau paling tidak membasahi rambutnya dulu.
Karena tak sopan membiarkan rombongan kerajaan menunggu, Stephen terpaksa bergegas seadanya ke pintu pagar depan. Tanpa melihat lewat lubang intip dahulu, ia langsung membuka pintu.
Saat itu, kedua mata biru besar Stephen seperti mata burung hantu terbelalak hingga terkesan abnormal melihat orang-orang yang datang. Lalu ia menghela napas, entah merasa lega, kecewa atau terkejut luar biasa. Yang pasti kini wajah dan tampangnya jadi tak keruan, menjurus kocak dan kekanak-kanakan.
Mewakili teman-temannya, Anne menyapa tuan rumah, “Halo Pak Stephen Elgrade, kita bertemu lagi.”
==oOo==