EVERNA Bittersweet Symphony

Andry Chang
Chapter #65

Refrain ACCELERANDO - Part 3

Chloe memberi satu instruksi aneh, “Stephen, teruslah melaju, tapi sesekali tambahkan atau kurangi kecepatan! Jangan memacu mobil di kecepatan puncak! Satu hal lagi, jangan berhenti bergerak!”

“Baiklah... kurasa.” Stephen sepertinya belum paham betul arti instruksi Chloe itu, tapi ia memilih percaya dan melaksanakannya.

Perhatian Anne kini teralihkan sepenuhnya pada wanita elok bersayap naga yang terbang makin dekat saja bagai sambaran halilintar, lebih cepat daripada laju mobil.

Suara Tan Xin seakan menggelegar bagai guntur. “Jahanam kalian semua, memaksaku menggunakan seluruh tenaga dalamku untuk mengejar kalian dan menggunakan sihir pamungkas ini! Kalian semua harus ganti rugi dengan kematian mengenaskan!”

Sambil berteriak melengking, Tan Xin merapatkan dua tangan yang terjulur lurus, menembakkan selarik sinar hitam besar dari sana. Tembakan pertama itu melesat dan membuat ceruk besar di jalanan tanah yang diperkokoh dengan batu di bawahnya.

“Gawat!” seru Emily. “Wanita gila itu ingin menghancurkan mobil bersama seluruh penumpangnya!”

“Sudah tak sempat lagi merapal kubah pelindung sihir!” sahut Chloe. “Kita tangkis dan serang balik dia dengan sihir kita!”

Chloe menembakkan banyak larik sinar putih sekaligus. Tan Xin berkelit dengan amat lincah di udara. Alhasil, hanya satu sinar putih saja yang menggores kulit perutnya.

“Huh, aku juga bisa!” Dengan marah, Tan Xin menembakkan hujan sinar hitam dari udara. Giliran Emily yang menangkis, memayungi rekan-rekannya dengan perisai sihir berenergi es.

Anehnya, Emily menangkis semua sinar itu dengan mudah. Sihir lawan ternyata amat lemah, karena itu sihir tipuan.

“Kena kalian!” Tan Xin menembakkan sihir asli, yaitu selarik sinar hitam besar lagi, kali ini berkekuatan penuh.

“Masih ada aku!” Giliran Chloe menahan sinar hitam dengan perisai sihir energi cahayanya. Bedanya dengan sebelumnya, pancaran energi itu lebih dahsyat dan terus-menerus. Gigi Chloe gemeletak, dan ia berteriak kesakitan dan mengerahkan energi.

Akhirnya, gadis berambut hijau itu berhasil memantulkan sinar hitam ke arah lain. Tembakan lawan reda, namun Chloe muntah darah ke luar mobil, terluka luar-dalam. Ia lalu jatuh terduduk, lemas di kursi penumpang.

“Chloe!” seru Emily. Melihat Tan Xin juga tak menyerang demi menghimpun energi lagi, ia mengambil kesempatan emas.

Mengayun tongkat sihirnya, Emily mengerahkan sihir badai es lagi. Bedanya dengan sebelumnya, badai itu berpusar seperti angin puyuh, mengejar ke mana pun sasarannya terbang.

Tan Xin mengepakkan sayapnya dan berusaha menghindar. Malangnya, angin puyuh es berhasil merubungnya, lalu mencacah setiap jengkal tubuhnya, memercikkan darah ke segala arah.

Si wanita bersayap naga berteriak pilu didera nyeri tak terperi. Namun ia tetap berusaha bertahan sekuat daya, terus terbang menghindari cecaran angin puyuh es.

Saat badai sihir reda, baru Tan Xin menstabilkan lagi posisi tubuhnya dan terbang mengejar mobil Stephen lagi.

Dari mobil, Anne mendengar suara si wanita bersayap yang tetap membahana. “Keparat! Tak sudi aku dipencundangi penyihir bukan musafir! Sudahlah, kalau pun aku harus mati, setidaknya aku harus meninggalkan jasa dengan melenyapkan sasaran utama! Anggaplah nyawamu sudah melayang, Putri Anne Galford!”

Terkesiap, Anne cepat-cepat mengeluarkan pistol Trevor yang sudah terisi penuh peluru dan siap ditembakkan. Masalahnya, bisakah Anne menembak musuh di jarak jauh dengan tepat?”

Anne melihat k e tempat datangnya kalimat terakhir Tan Xin tadi. Ternyata kini wanita bersayap itu menukik di depan mobil, mengarahkan kedua tangannya yang terbungkus energi hitam bagai tombak ksatria berujung kerucut runcing tepat ke arah Anne.

Chloe dan Emily terpekik, sudah terlambat bagi mereka untuk merapal sihir penangkal lagi.

Saat jarak antara Tan Xin dan sasarannya tinggal beberapa tombak saja, secara refleks Anne mengacungkan tangannya lurus-lurus, menarik pelatuk pistol dan menembak.

Lihat selengkapnya