Rencana Vadis maha kuasa sungguh gaib dan tak terduga.
Betapa tidak, andai Putri Anne Galford tak pernah berinteraksi dan memberikan pelayanan yang amat baik pada Stephen Elgrade.
Andai Anne tak terpikir dan mendapat insipirasi, apalagi hingga membantu Stephen mengembangkan mobil bensin.
Andai segala “kegilaan” itu tak pernah terjadi, belum tentu Anne tetap bernapas hari ini.
Lebih dari segalanya adalah, andai jiwa Daini yang berpikiran modern tak menggantikan jiwa Anne asli yang telah melayang, cerita ini pasti akan sama sekali berbeda. Putri Anne akan tetap mati dan takkan pernah “bangkit kembali” secara gaib.
Namun, ada atau tidaknya Putri Anne, Zaman Modern pasti akan terwujud tepat pada waktunya, sesuai kehendak Sang Takdir. Hanya caranya saja yang bakal sama sekali beda, namun tujuan takdir akan tetap sama.
Gregor Engelsohn, insan yang menganggap dirinya sendiri maha kuasa padahal tidak takkan pernah memahami cara kerja takdir ini, walaupun salah satu rahasia terbesar di jagat raya ini diungkapkan dengan gamblang di hadapannya.
Itulah yang pernah diterangkan oleh Alistair Kane pada Arcel Raine sesaat sebelum Arcel memutuskan memilih roh Daini Natsir sebagai penghuni baru raga Anne Galford.
Dalam kondisi masih tak sadarkan diri, alam bawah sadar Arcel memunculkan kembali semua ingatan tentang rahasia takdir. Ini memberinya kesempatan untuk merenungkan kembali segala yang telah terjadi, hasil dari semua keputusan yang telah diambil Arcel, Anne-Daini dan para pelakon lainnya dalam kisah ini.
Dalam manis-getirnya simfoni kehidupan.
==oOo==
Di tempat lain, Anne Galford yang hampir menyatu sempurna dnegan jiwa Daini Natsir sepertinya juga mulai memahami sekilas hubungan sebab-akibat yang akan berujung terungkapnya rahasia takdir Zaman Modern yang bakal hadir di Terra Everna.
Sikap dan pemikirannya terhadap segala sesuatu di sekitarnya berubah total. Bahkan gaya “bahasa pikiran” Daini yang semula amat “gaul” kini sudah tertata rapi layaknya Putri Raja. Namun ia tetap mempertahankan pemikiran modern dan progresif yang akan jadi kunci rentetan perubahan maha besar di dunia.
Lucunya, keadaan Anne kali ini berbanding terbalik dengan statusnya sebagai Putri Raja, apalagi calon Pencetus Zaman Baru. Kini, ia sedang terdampar entah di mana bersama “teman-teman seperjuangan”-nya, Chloe Hewitt, Emily Raine, Stephen Elgrade, serta sebuah mobil yang sedang mogok di pinggir jalan.
Terbawa sifat Raini yang kritis, Anne menegur sang supir, “Bagaimana bisa mobilnya mogok begini, Stephen? Bukankah kita belum lama mengisi bensin dari tangki cadangan?”
Emily menimpali, “Kita sudah berkendara jauh sejak pengisian itu. Apa kau yakin ini jalan yang tepat menuju Hutan Tranvia?”
Untuk pertanyaan terakhir tadi, giliran Chloe yang menjawab, “Apa boleh buat, hanya ini jalur satu-satunya ke Tranvia yang dapat dilalui kendaraan bermotor. Lagipula jalannya tak begitu mulus, jadi guncangannya bisa saja membuat kerusakan pada mobil uap hasil modifikasi kasar ini.”
Stephen mengangkat bahu. “Chloe sudah menjawabkannya. Ya, keadaannya memang gawat, hanya saja kerusakan ini disebabkan pula oleh durasi pemakaian yang terlalu lama sejak dari Alceste. Mesin jadi terlalu panas, akibatnya mobil jadi mogok.”
Anne terpaksa duduk sambil bersandar di kursi belakang mobil. “Lantas apa yang harus kita lakukan sekarang? Jalan kaki sampai Hutan Tranvia?”
Chloe menanggapinya, “Aku sih bisa saja, tapi kurasa kakimu yang lebih sering dimanja kulitnya daripada dilatih otot-ototnya akan merengek dan mogok pula seperti mobil ini.”
Stephen bicara lagi, “Yah, jadi mau tak mau kita harus tunggu. Harap mobil ini bisa melaju lagi setelah air radiatornya kita ganti.”
Emily yang paling “gagap teknologi” tak bisa berkata apa-apa dalam pembahasan yang serba teknis ini. Matanya hanya tertuju saja pada Stephen, seolah-olah ia ingin membicarakan hal-hal lain yang lebih bersifat pribadi sebagai “sahabat lama”.
Melihat gelagat Emily itu, Chloe angkat bicara, “Baiklah, kalau begitu aku akan cari air untuk radiator. Tuan Putri ikut denganku.”
Anne mengacungkan telapak tangannya. “Eits, katamu tadi kakiku terlalu manja. Pokoknya aku ingin istirahat saja di sini!”