EVERNA Bittersweet Symphony

Andry Chang
Chapter #72

Refrain ORATORIO

Di kehidupan lama Anne Galford sebegai Daini Natsir, ia pernah tiga kali berkemah di alam terbuka. Semua itu ia lakukan bersama teman-teman sekolahnya di hutan-hutan tak jauh dari Kota Malang. Itu adalah pengalaman tak terlupakan yang dibawa roh Daini dan kini tersimpan pula dalam benak Anne.

Jenis-jenis pohon ek dan birch Tranvia jelas berbeda dengan pohon akasia di Malang, serta iklim dan cuaca di Lore yang mirip Inggris lebih dingin daripada di Indonesia. Walau demikian, Anne mendapatkan sensasi kesegaran alami dan rasa damai yang sama.

Kali ini, Anne tak sendirian menjelajahi Hutan Tranvia. Yang menemani Anne adalah Janet Pedrosa si pemimpin kelompok gipsi dan Chloe Hewitt yang bertindak sebagai pelindung. Ketiga gadis itu dengan cepat menjadi akrab, sehingga penjelajahan dalam misi yang serius ini jadi terasa menyenangkan, bagai acara perkemahan sekolah Daini di Malang dulu.

Namun, bedanya pula kali ini ada sesuatu, tepatnya seseorang yang mampu merusak segala kedamaian dan kegembiraan yang didapat, seperti air nira yang menetes dari buluh dan siap merusak seluruh susu dalam belanga. Ada kekuatiran Norman Baines bakal menguntit ketiga wanita itu, tapi Chloe belum merasakan adanya Norman di sekitar sana dengan tenaga dalamnya, jadi kekuatiran itu belum bakal berkembang menjadi tanda bahaya.

Seperti biasa, Janet Pedrosa yang paling sering ke Tranvia di antara ketiganya lebih dahulu angkat bicara, “Aku lahir di keluarga gipsi dan tumbuh besar hingga kini, Selama itu, aku belum pernah bertemu unicorn, makhluk paling suci dan paling gaib yang konon adalah penguasa dari semua hewan lainnya di hutan ini.

Padahal, semua anggota rombongan gipsi paling pemberani, terkuat dan tertangguh pernah ikut denganku, tapi tetap saja aku tak pernah mendapatkan kehormatan dan kesempatan luar biasa itu, harapan setiap gipsi di dunia.”

Anne bertanya, “Apakah setiap umat pemuja Enia harus punya pengalaman gaib atau supranatural seperti itu agar jiwanya                                              dapat masuk Nirwana saat meninggal kelak?”

Giliran Chloe menjawab, “Tidak. Namun alangkah baiknya bila pengalaman supranatural membawa pencerahan dan membantu mensucikan hati siapa pun, tak hanya kaum gipsi saja. Itu karena syarat utama untuk mendapatkan hidup kekal dan masuk Nirwana adalah keadaan hati yang semurni, sesuci dan secerah mungkin, bukan semata-mata memperbanyak amal dan perbuatan baik saja.”

“Chloe benar,” sambung Janet. “Perbuatan baik yang sejati dan tulus adalah buah dari hati yang suci, murni dan tercerahkan.”

Anne hanya menaikkan bahu. Selama hidupnya, baik sebagai Daini maupun sebagai Putri Raja ia bukan tipe yang sangat rajin beribadah. Jadi, ada rasa pesimis dalam hatinya. Kalaupun ada unicorn yang muncul, bisa jadi ia akan hadir untuk Chloe yang adalah musafir antar ranah.

Yang jadi tanda tanya pula, selama ini Chloe tak pernah cerita pada Anne mengenai kehidupan masa lalunya di Bumi, begitu pula dengan segala sepak terjangnya selama menjadi musafir di Everna sebelum misi untuk melindungi Anne ini.

Jadi Anne tak pernah tahu tentang masa lalu Chloe, termasuk sedekat apa hubungannya dengan Arcel dan apakah Chloe pantas untuk bertemu dengan unicorn atau tidak.

“Lihat, di sana ada sekelompok pixie!” seru Janet, menunjuk ke satu arah.

Anne menoleh, dan benar saja, ia melihat pixie-pixie yang Janet maksud. Itulah para peri nakal bersayap capung, yang cenderung mengganggu bahkan mencelakakan alih-alih membantu manusia seperti eil dan jenis-jenis peri tertentu lainnya. Beda dengan peri biasa, tubuh pixie penuh bulu pengganti pakaian. Tiap bulu pixie berbeda warna, menambah keindahan hutan.

“Astaga, mereka cantik sekali!” puji Anne. “Mungkin kita bisa mendekat dan menyapa mereka.”

“Jangan!” cegah Janet. “Jangan terjebak oleh warna-warni bulu dan tampang manis mereka. Pixie kadang pemalu pada orang asing, tapi bila terancam, kau akan berharap lebih baik menyodok sarang lebah di pohon daripada mengganggu peri-peri yang terlihat lemah namun mematikan itu!”

“Belum lagi kalau kita harus berurusan dengan leprechaun, lebah raksasa hornet, will o’ wisp atau para penduduk asli hutan di wilayah Lore, yaitu kaum fae,” timpal Chloe. Meskipun Chloe bukan warga asli Lore, pengetahuannya yang amat luas tentang Everna jadi salah satu modalnya sebagai musafir andalan Ordo Altair.

Anne jadi tak habis pikir. “Mengapa kita harus menghindari mereka semua?” protesnya. “Bukankah tidak semua makhluk gaib berbahaya?”

“Di Zaman Sihir, sikap makhluk gaib terhadap manusia jauh lebih bersahabat,” jawab Janet, seolah ingin membuktikan sebuah fakta. “Namun di sepanjang Zaman Mesin, polusi dari Alceste telah mengganggu keseimbangan lingkungan di Tranvia dan Lumien. Begitu pula dengan banyaknya perburuan dan penebangan liar yang sama sekali tak takut pada hukum.

Lihat selengkapnya