Suasana di Restoran Excalibur’s Sheath tak pernah semeriah ini.
Melodi indah yang mengalun dari grand piano di atas panggung mendominasi irama dari orkes kecil di belakangnya. Begitu indah, bahkan semua pengunjung restoran ikut tergugah dan bertepuk tangan. Tak sedikit dari mereka melakukan gerak langkah tarian penuh gairah dan keceriaan yang disebut jig.
Sepanjang satu jam berlangsungnya konser piano dan orkes itu, banyak pengunjung berdatangan sehingga suasana restoran yang tak terlalu besar itu jadi penuh sesak.
“Wah, sepertinya kita akan butuh lokasi baru yang lebih luas untuk Excalibur’s Sheath,” ujar Alistair Kane, si pria setengah baya berambut-kumis-janggut serba putih sambil sesekali bergoyang ala tarian jig. “Selamat, Horatio Hymn. Pekerjaan sebagai pianis paruh waktu di restoran ini jadi milikmu.”
“Ah, terima kasih, Pak Alistair,” jawab Horatio dengan cukup sopan, sedikit membungkuk sebagai tanda menghormat. “Oh ya, untuk sekarang apakah bisa aku diatur bekerja siang saja? Ada partitur simfoni karyaku yang baru setengah rampung, dan aku hanya dapat mengerjakannya larut malam karena...”
“Aku tahu itu dari laporan Arcel,” sela Alistair. “Tapi untuk sementara, kau tinggallah dulu di markas Ordo Altair ini. Kau dapat mengerjakan lagu simfoni himnemu di pagi atau siang hari, saat restoran sepi di jam kerja kantor. Bilamana itu dikerjakan dalam kondisi tubuh masih segar, hasilnya akan lebih baik, bukan?”
“Bapak benar,” tanggap Hymn sambil mengusap dagunya yang kini mulus. Penampilannya jadi jauh lebih rapi daripada saat Arcel mengunjunginya malam-malam di rumahnya tiga hari yang lalu. “Aku akan mencoba saran Bapak dan menerima pekerjaan ini. Tapi sebenarnya ini hanya kedok dari tugasku yang sebenarnya, ‘kan?”
“Tentu saja. Tugasmu adalah membantu melindungi Putri Anne Galford dari Lore dari ancaman para pembunuh.”
Hymn yang memang sedang bicara empat mata dengan si ketua ordo di kantornya terperanjat. “Lho, bukankah Bapak ingin aku melacak, atau bahkan kalau perlu menghadapi mantan kekasihku, Bianca Jask?” tanyanya.
“Mungkin ya, tapi bukan sekarang,” jawab Kane, matanya mendelik seolah ia sedang bersemangat menjelaskan sebuah ide gila. “Kau akan pergi bersama Arcel Raine ke Hutan Tranvia, dan tugasmu adalah mendampingi Putri Anne sepanjang waktu dan melindunginya, menghindarkannya dari bahaya yang akan datang menyerbunya, cepat atau lambat. Kita mungkin akan kekurangan kekuatan, jadi bantuanmu pasti akan sangat diperlukan.”
“Apakah Bapak juga akan ikut turun tangan?”
“Bila pemimpin pihak musuh yang bernama Gregor Engelsohn ikut campur, apalagi bila dia memanggil bala bantuan, aku harus ikut beraksi pula. Tapi sebelum itu, aku harus mengumpulkan beberapa musafir lain anggota ordo dahulu. Bertahanlah terus hingga aku tiba.”
Hymn mengelus dagunya. “Aku belum paham betul apa yang sebenarnya terjadi. Tapi mengapa Bapak memilih diriku yang hanya punya teknik, tanpa kesaktian untuk melindungi orang yang penting di tengah bahaya yang terpusat padanya? Bukankah ada yang lebih kompeten dariku untuk tugas itu, Arcel Raine, misalnya?”
“Salah satu sebabnya adalah hanya kau seorang yang akan bisa terus memusatkan pikiran pada Putri Anne saat bentrokan pecah nanti. Selebihnya, aku punya pertimbangan dan alasan tersendiri untuk memilihmu,” jawab Alistair. “Ikuti dan percaya saja padaku, niscaya anugerah dan keuntungan besar akan kau dapatkan.”
==oOo==