EVERNA Bittersweet Symphony

Andry Chang
Chapter #84

5th Verse FLAT

Ada kenyataan yang lebih mengenaskan daripada kematian.

Itu adalah tersiksa hidup-hidup bagai neraka dunia.

Kondisi itulah yang kini dialami oleh Trevor Branson.

Posisinya belum berubah, masih terpasung dan tergantung pada tangannya yang terikat. Satu-satunya penyangga hanya satu bangku kayu tempat pijakan kaki. Mungkin si penyandera sedang sedikit berbaik hati pada Trevor, atau sekadar menjaga jangan sampai pemuda itu tewas kehabisan tenaga karena menahan bobot tubuhnya terus-menerus.

Di antara sadar dan tidak, bibir Trevor yang sudah kering, pecah-pecah, bercampur noda cokelat kemerahan dari darahnya sendiri yang sudah lama kering terus menggumamkan satu nama, “Anne... Anne...”

Tiba-tiba, satu suara terngiang dalam benak Trevor, seolah-olah tengah memanggilnya. Tenanglah, Trevor Branson. Anne sudah selamat dan kini sudah kembali di Ibu Kota.

Suara pria tua yang penuh wibawa dan kebapakan itu berhasil membuat kesadaran Trevor pulih lebih dari separuhnya, cukup untuk menggumamkan satu kata, “Syukurlah...”

Lambat tapi pasti, seiring kesadaran yang makin utuh, Trevor membiarkan benaknya makin tenang, seakan sedang mengapung bebas menyusuri arus sungai yang tenang. Arus kenangan Trevor membawanya menapak tilas ke masa lalu, ke rangkaian peristiwa yang berujung pada kondisinya saat ini.

Segalanya dimulai sejak Trevor jatuh dari kereta, dalam rangka melindungi Anne dalam aksi pengejaran dan baku tembak dengan pasukan Robert dan Tan Xin.

Kabar baiknya, jatuhnya Trevor adalah karena kehilangan keseimbangan, bukan karena tertembak. Kabar buruknya, Trevor jadi kehilangan kesempatan untuk melindungi Anne. Ia memaksa diri untuk bangkit cepat, menahan rasa amat-sangat kesakitan.

Trevor bahkan sempat berteriak, “Anne! Arcel, tunggu aku!” Namun itu percuma saja, karena kereta kuda sudah terlalu jauh dan lenyap dari pandangan mata.

Tak ingin berlama-lama dan ditemukan oleh musuh, Trevor memaksa diri berjalan terseok-seok sambil meringis menahan sakit, menjauh sejauh-jauhnya dari jalur kejar-kejaran. Rupanya kakinya cedera hingga memar akibat terjatuh dari kereta tadi.

Setelah berjalan kaki dan sesekali beristirahat, menghabiskan waktu semalaman, akhirnya Trevor tiba di rumahnya. Saat Stuart, sang ayah menanyakan kondisinya, ia berdalih terpeleset dan kakinya sempat terantuk batu tajam. Sang ayah hanya setengah percaya, namun bertindak lebih cepat, mendatangkan tabib istana untuk memberi Trevor pengobatan kilat dengan sihir.

Di akhir pengobatan, si tabib berkata, “Anda beruntung karena kaki Anda tak patah setelah jatuh separah itu.”

“Apa maksud Pak Tabib?” tanya Trevor.

“Luka memar itu cukup parah untuk yang sekadar jatuh dan terantuk batu tajam saja. Ini pasti akibat jatuh dari kendaraan yang melaju cepat atau dari ketinggian tertentu.”

Mendengar itu, Trevor cepat-cepat meminta, bahkan menyuap si tabib agar tak mengatakan penyebab sesungguhnya cederanya pada siapa pun, terutama ayahnya, Stuart Branson.

Singkat cerita, walaupun cukup banyak kemajuan, cedera kaki Trevor belum pulih seluruhnya. Disarankan agar Trevor tak jalan kaki terlalu jauh dahulu. Maka, Trevor memilih bersepeda saja.

Untuk mengisi kekosongan hari-harinya tanpa Anne, Trevor memutuskan membuka praktek psikiaternya lagi. Belum seminggu prakteknya berlangsung, terjadilah sebuah peristiwa.

Di suatu malam, Trevor baru pulang dari tempat prakteknya dengan bersepeda. Tiba di depan pintu gerbang rumahnya, ia melihat sang ayah, Stuart menaiki kereta kuda. Yang janggal, itu adalah kereta taksi, bukan milik keluarganya.

Lho, tadi pagi ayah ke kantor dengan kereta dinasnya, bukan? Pemikiran itu memantik rasa ingin tahu dan penasaran Trevor, menggerakkan kaki-kakinya mengayuh sepeda lagi, mengikuti kereta taksi dari jauh.

Perjalanan kereta taksi cukup jauh, sehingga kaki Trevor yang masih belum pulih benar terasa nyeri lagi. Namun ia berusaha tak mempedulikan nyeri yang mengganggunya itu.

Hampir seluruh perhatian Trevor tertuju pada jalan dan kereta kuda, sehingga tanpa terasa ia melihat kereta itu berhenti di depan sebuah gedung tua kumuh dan tak berpenghuni. Lalu tampaklah Stuart turun dari kereta dan memasuki gedung.

Lihat selengkapnya