Arcel Raine dan Chloe Hewitt kaya pengalaman dalam sebuah organisasi yang tertata rapi. Karena itulah, menjalankan misi lewat perencanaan yang teliti, pembagian tugas serta pelaksanaannya di lapangan sebagai pemimpin regu bukan hal baru bagi mereka.
Kondisi terkini adalah, Arcel sudah memberitahukan tentang peringatan Alistair Kane pada teman-temannya, termasuk Anne.
Setelah berunding dan menyusun rencana semalaman, Arcel membentuk dua regu agar semua tindakan bisa lebih cepat tuntas.
Chloe memimpin regu satu. Bersama Anne dan Horatio ia pergi ke Kantor Pusat Cairns & Co. untuk menemui Leslie Cairns sekalian melabrak, meringkus dan memaksa Bianca Jask memberitahukan letak markas Ordo Gregorian pada mereka. Sudah tak ada waktu dan alasan untuk mengintai dan menguntit Jask lagi, karena cara itu sudah pernah dilakukan oleh Arcel.
Sedangkan Arcel Raine akan memimpin regu dua, menyusup dalam Kantor Perdana Menteri Lore. Emily dan Stephen juga ikut Arcel, berjaga-jaga untuk mengantisipasi hal-hal tak diinginkan, begitu pula sebagai pengalih perhatian.
Misi penyusupan ke Kantor Perdana Menteri memang lebih sulit daripada ke Kantor Pusat Cairns & Co.. Putri Anne yang sudah pernah bertamu di kantor Leslie kemungkinan akan melenggang saja ke Ruangan Direksi.
Di sisi lain, Arcel yang belum paham betul tata letak Kantor Perdana Menteri harus melakukan aksi-aksi dan tipuan-tipuan ala agen rahasia agar bisa menyusup ke dalam ruang kantor Stuart.
Stephen mengemudikan mobilnya, yang adalah mobil yang dimodifikasi dari mobil uap menjadi mobil bensin. Arcel cukup bersyukur tak berperan sebagai sais kereta lagi kali ini.
Sebenarnya, pilihan kendaraan Stephen cukup bijaksana. Itu karena mobil uap masih terhitung umum di kalangan warga kelas atas di Alceste. Alhasil, mobil Stephen yang kini terparkir di depan gedung Kantor Perdana Menteri tak akan menarik perhatian, dan para penjaga keamanan menyambut mereka dengan hormat.
Lolos dari para penjaga depan pintu, Arcel sempat menarik napas lega. Namun ketegangan kembali menyapa setelah mereka bertiga masuk lewat pintu depan yang berdaun dua.
Ternyata, Kantor Perdana Menteri adalah tiga rumah kantor dalam satu blok yang menjadi satu. Ruangan lobinya memang tak terhitung luas, namun cukup lapang untuk menampung ratusan staf Perdana Menteri.
Sedikitnya tiga petugas keamanan berseragam polisi berjaga-jaga di tiga posisi penting, yaitu dua orang di resepsionis dekat gerbang depan dan satu di dekat lift. Masing-masing menyandang pentungan dan pistol, siap digunakan untuk memaksa tamu yang tak diinginkan pergi dan dilarang kembali ke kantor ini lagi.
Namun, bukan tim Arcel namanya kalau mereka tak memiliki persiapan yang matang. Arcel lantas memberi isyarat anggukan cepat dua kali pada kedua rekannya, mempersilakan mereka untuk beraksi sambil ia menjauh ke dekat lift.
Stephen dan Emily balas mengangguk ke arah Arcel. Mereka mengambil posisi antara pintu masuk dan meja resepsionis.
Maka, aksi dimulai. Stephen pura-pura meraba-raba jas dan kantung-kantungnya. Ia lantas bertanya pada Emily, “Aduh, kunci rumah kita ketinggalan, sayang! Apa kau yang membawanya?”
Tapi Emily malah sengit. “Enak saja menuduhku! Kau sendiri jelas-jelas yang mengunci pintu depan tadi! Masa’ tak ada? Coba periksa lagi! Jangan-jangan kantung jas dan celanamu bolong!”
“Lho, kau sudah menjahitkan semuanya, ‘kan?” Sesaat, Stephen menatap lembut ke arah Emily sambil tersenyum tipisi. Pikirannya teralihkan sesaat, tapi ia cepat kembali memusatkan perhatian pada aktingnya dengan menambahkan, “Jadi tak mungkin jatuh di tengah jalan, ‘kan? Pasti kamu yang menyimpannya dalam tasmu. Bukalah tasnya, biar kulihat!”
“Tidak boleh! Di dalamnya ada barang-barang amat pribadi! Kau sendiri yang ceroboh, pasti kau yang meninggalkannya di suatu tempat!”
“Eeh, beraninya kau mengatai suamimu ceroboh! Lagipula kau sungguh mencurigakan, melihat ke dalam tasmu saja tak boleh! Cepat kemarikan itu!”
“Tidak! Pokoknya tak boleh!”
Pertengkaran “suami-istri” itu kian memanas dengan suara-suara yang makin meninggi. Karena yang bertengkar dua orang, mau tak mau ketiga petugas keamanan bergerak ke sumber keributan untuk melerai sekaligus menegur keduanya karena mengganggu ketertiban di lobi.
Saat ketiga petugas teralihkan perhatiannya itulah, Arcel yang luput dari pengawasan cepat memasuki lift.
Di dalam lift, Arcel pura-pura lupa dan bertanya di mana ruang kerja Perdana Menteri pada pria petugas lift. Si petugas menjawab di lantai tiga. Arcel berterima kasih dan si petugas menggeser tuas ke angkat tiga. Lift bergerak naik, Arcel turun di lantai yang dituju.
Di koridor lantai tiga, Arcel berjalan agak perlahan, sedikit menutupi rajah di pipinya dengan kerah jas yang dinaikkan agar tidak menarik perhatian.
Saat melihat satu-satunya ruangan yang ada sekretaris duduk di depannya, Arcel langsung berasumsi itu ruang Perdana Menteri. Sepengetahuannya, ruang kerja Wakil Perdana Menteri pasti tidak selantai dengan atasannya.