Gregorian Deadlock. Posisi saling kunci dengan todongan pistol.
Dinamai demikian karena kejadian yang cukup langka dalam sejarah pertempuran dengan senjata api di Everna ini terjadi di markas besar Ordo Gregorian, di bawah senja kemerahan.
Semula yang saling menodong adalah Bianca Jask dan Horatio Hymn dengan pistol dan senapan masing-masing.
“Wah, wah, aku tak menyangka mantanku akan berkunjung untuk meramaikan suasana persiapan kami,” kata Bianca. “Semula aku mengira proses persiapan ini bakal membosankan. Apalagi Ketua sedang sibuk di luar markas, mengejar ‘tikus’. Seharusnya itu adalah tugasku.”
“Sebaliknya, aku justru berharap kau yang ada di sini, bukan ketuamu yang katanya terlalu sakti itu,” balas Hymn tanpa senyum sama sekali. “Sayang, posisi untuk memulai pembicaraan seperti ini jelas amat canggung.”
Leslie Cairns menempelkan laras pistolnya ke belakang kepala Jask. “Kurasa aku berhak protes kalau kau terlalu akrab dengan mantanmu, Bianca sayang,” katanya.
“Wah, ini sungguh kejutan!” Mata Jask terbelalak. “Calon suami dan atasanku di kantor mengunjungiku di tempat ‘pekerjaan sampingan’-ku ini. Tidakkah lebih baik kau menunggu saja?”
“Aku mendengar dari Putri Anne bahwa kau terlibat dalam organisasi rahasia yang amat berbahaya. Tentu sebagai kekasihmu sudah tugasku untuk menegurmu, jangan sampai kau terjerumus terlalu dalam untuk kuraih dan kutarik ke permukaan.”
“Masalahnya, aku sudah terlalu dalam terlibat,” sergah Bianca. “Dan kau lihat sendiri, semua pistol Gregorian dibidikkan pada Putri Anne. Sasaran utama kami datang sendiri bagai domba siap disembelih untuk korban persembahan. Satu tembakan saja yang tepat sasaran, keberhasilan rencana kami akan pasti!”
Disadarkan kembali bahwa keputusannya untuk ikut pergi ke markas Gregorian bisa jadi sangat bodoh dan keliru, wajah Putri Anne pucat pasi seketika. Namun yang datang bukan ketakutan dan kepanikan. Anne malah mengerahkan jurus silat lidahnya.
“Justru kedatanganku di sini adalah untuk mencegah Gregorian membawa teror dan kudeta di istana,” balas Anne. “Toh memang diriku yang kalian incar sejak dulu, ‘kan? Tapi takkan semudah itu menyingkirkanku dari sejarah. Lihat, Vadis telah menempatkan banyak teman untuk melindungiku sampai detik ini.”
“Huh, hanya perlu satu jari saja untuk mengubah itu...!”
Bianca hendak mengacungkan satu jari, hendak merapal sihir cepat untuk menghabisi Anne, tapi suara pistol yang dipicu dan tertodong lurus ke belakang kepalanya menghentikan aksinya.
“Sudah kubilang, aku tak akan membiarkanmu terjerumus terlalu dalam,” kata si penodong yang ternyata adalah Leslie. “Akan sangat sia-sia dan konyol jika tujuan utama misi ordomu tercapai, tapi kau tak bisa memborong jasa sebagai pahlawan karena tewas.”
Kata-kata yang lebih sederhana dari orator yang lebih ulung daripada Anne itu lebih mengena dalam akal budi Jask. Ekspresi wajahnya yang semula tegang berangsur mengendur.
Melihat dinding pertahanan kefanatikan Bianca mulai retak, Leslie menambahkan, “Nah, tanyakan pada hatimu, apa ia ingin kau hidup tenang dan nyaman di sisiku, atau ia rela kau tersiksa di neraka demi memperjuangkan idealisme semu?”
Yang terjadi berikutnya adalah kesenyapan. Semua orang di sepanjang tangga bagai mematung. Tak seorang pun dari mereka berani bergerak, bahkan bersuara sedikit pun. Andai satu orang menembak si penodong Bianca atau Putri Anne, nyawanya pasti melayang. Entah bagaimana, kata-kata Leslie secara tak langsung telah mempengaruhi semua musuh selain Bianca pula.
Akal sehat mengambil alih hati yang sempat dibutakan oleh sugesti dan fanatisme. Akibatnya, tak seorang pun ingin mati sia-sia demi idealisme. Tak ingin lagi.
Dengan amat mendadak, satu seruan bergema, “Terlalu lama! Matilah kau, sasaran utama!”
Refleks, Anne menoleh ke atas dan melihat sosok seorang pria melesat luar biasa cepat, terjun langsung ke arahnya dari tangga lantai atas. Kedua tangan orang itu terulur, sepasang belati lurus teracung tepat ke arahnya bagai burung rajawali menukik ke arah kelinci sasarannya dari udara ke tanah.
Belum sempat Anne memekik, ketakutan kehilangan nyawa akibat salah keputusan, selarik sinar ungu melesat lebih cepat, menghunjam tepat di jantung si penikam.