Tiada yang lebih kesepian daripada dia yang di puncak dunia.
Walaupun begitu, tak semua entitas merasa demikian. Kedua pria yang sedang berhadap-hadapan di puncak sebuah gedung bertingkat di bawah bulan separuh bisa termasuk pengecualian dari ungkapan di atas.
Daripada kesepian, yang lebih tepatnya terjadi di antara kedua pria itu adalah ketegangan. Namun, yang sedang mereka lontarkan dari pemikiran, paham dan isi hati masing-masing.
Arcel Raine, musafir paling aktif di Ordo Altair. Harus memilah-milah dan memilih kata demi kata dengan amat hati-hati, tapi harus amat cepat pula.
Pasalnya, lawannya, Gregor Engelsohn, ketua sekaligus musafir terkuat dari Ordo Gregorian memiliki kemampuan luar biasa dalam hal mempengaruhi orang lain lewat kepiawaiannya bersilat lidah dan memutarbalikkan fakta.
Apa pun fakta yang diputarbalikkan harus diluruskan kembali tanpa mengatakan bahwa itu keliru dan salah kaprah.
Apa pun sugesti negatif yang terlontar harus dibalas dengan sanggahan yang positif.
Bagi Arcel, bersilat lidah dengan cara seperti itu sangat sulit. Pasalnya, faktor penghambat terbesarnya adalah emosinya sendiri yang masih labil, dipicu oleh sifat pemarahnya yang bisa meledak setiap kali tekanan berat dari lawan menghantam egonya.
Ajaibnya, setelah lebih dari dua jam berdebat, Arcel Raine masih bertahan. Nada pembicaraan antara dirinya dan Gregor jadi terkesan seperti dua orang sahabat lama sedang membicarakan sesuatu sesuai pendapat masing-masing.
Satu faktor lagi, ada jurang pemisah yang amat dalam antara idealisme Gregor dan Arcel. Pemikiran Gregor cenderung mengacu pada paradigma lama, konservatif dan berkiblat ke masa lalu.
Sedangkan Arcel, yang sempat cukup lama hidup di masa depan dan Zaman Modern akhir cenderung progresif dan berkiblat ke masa depan, serta mengacu pada paradigma baru yang belum pernah terpikirkan oleh filsuf-filsuf atau para pakar terkemuka di zaman di mana Arcel berada kini, yaitu transisi antara Zaman Mesin dan Zaman Modern.
Tentu saja kekuatan utama Arcel Raine adalah pengetahuan dan pengalamannya sebagai musafir belia abadi yang seluas dunia, sedalam samudera dan setinggi antariksa. Itulah yang membuat Arcel sanggup menandingi Gregor hingga saat ini.
“Aku penasaran,” tanya Gregor. “Pernahkah terbit keinginan dari lubuk hatimu yang terdalam, untuk kembali ke masa lalu? Meninjau ke Zaman Mesin yang tuntas tercetus berkat perjuangan kalian, juga pengorbananmu saat menaklukkan Mephistopheles?”