EVERNA Bittersweet Symphony

Andry Chang
Chapter #94

Refrain CLIMAX - Part 1

Senjata makan tuan.

Betapa Arcel Raine membenci dirinya sendiri saat ini.

Sejak awal, niatnya adalah untuk menahan sang ketua Ordo Gregorian, Gregor Engelsohn, mengulur waktu selama mungkin agar tak kembali ke markas sebelum Chloe dan kawan-kawannya “menyapu bersih” seluruh pasukan musuh, memaksa Gregorian menunda, bahkan membatalkan rencana kudeta dan revolusi.

Namun, ternyata Gregor sengaja memancing para agen Altair agar berkutat terus dan kerepotan di markas, membiarkan mereka menyelamatkan Trevor Branson.

Waktu pelaksanaan kudeta diubah mendadak dari satu minggu lagi menjadi malam ini juga. Dan pasukan Ordo Gregorian sengaja menunggu di luar istana sampai Anne dan kawan-kawan, begitu pula Raja dan Permaisuri Lore berkumpul semua di satu tempat, baru mereka bertindak.

Keadaan jadi berbalik amat menguntungkan bagi Engelsohn, Stuart Branson dan para pelakon drama perebutan kekuasaan.

Bahkan Arcel Raine jadi salah satu pihak yang merugi, karena ia terpaksa menguras energi gaib dan tenaga dalamnya untuk melakukan sihir teleportasi, lompatan dimensi melintasi ruang dan waktu agar dapat menyusul musuh seketika.

Hanya dalam hitungan detik, Arcel kembali menjejakkan kaki di tengah hamparan taman bunga Istana Marlham yang legendaris.

Saat itu pula, sebentuk kenangan merasuki benak Arcel. Tahun lalu, ia menyelamatkan Anne dari perangkap sulap “Peti Kematian” Vittorio Spaldini dengan cara memindahkan tubuhnya dengan sihir teleportasi ke taman ini. Saat itu, Anne terkejut menemukan dirinya mendadak muncul di taman ini secara ajaib.

Kali ini, giliran Arcel yang terperanjat. Pasalnya, sang musuh terkuat, Gregor Engelsohn justru tengah menunggunya di tengah hamparan bunga dan pagar tanaman yang tertata dengan amat rapi nan elegan, bagai labirin yang simetris.

“Yah, apa boleh buat, niat Altair selalu terbaca jelas bagai buku yang terbuka,” kata Gregor sambil membuka tudung hitamnya, memperlihatkan seraut wajah yang separuh kehitaman dan penuh bekas luka mengerikan. “Kalau Ordo Altair tetap ngotot hendak mengacaukan acara yang sudah tertata matang di sini, aku takkan ragu turun tangan dan mengorbankan Perang Musafir, kapan saja.”

Anehnya, Arcel tak gemetar ketakutan. Ia malah tersenyum simpul dan berkata, “Tak semudah itu. Keterlibatanmu baru dapat dipastikan setelah kau membunuh salah seorang musafir Ordo Altair. Coba lakukan itu padaku dalam labirin ini.”

“Oh, justru itu terlalu mudah.” Sambil ia mengatakannya, tubuh sang musafir dewa mulai melayang, membubung ke udara. “Coba katakan tantangan tadi sekali lagi.”

Kali ini, air muka Arcel kering dan wajahnya pucat seketika. Sebenarnya, ia semula berniat memanfaatkan medan labirin yang berliku-liku dan menyesatkan. Ia ingin menutupi kekurangannya dibanding Gregor dalam hal kekuatan dengan elemen kejutan. Namun, aksi Gregor tadi langsung mementalkan rencana dalam benak Arcel. Taktiknya jadi mentah dan terbaca si musafir dewa.

Sambil berdecak kesal, Arcel yang tak mau berbasa-basi lagi ambil inisiatif menyerang pertama. Kesepuluh jarinya bergantian menembakkan larik-larik sinar tujuh warna, semuanya serba berkecepatan tinggi laksana dewa.

Lihat selengkapnya