Kabut duka yang amat mendalam masih pekat menyelimuti Istana Marlham hingga lewat tengah malam.
Raja Henry Galford dan Permaisuri Mathilda telah dibimbing kembali ke peraduan mereka untuk beristirahat. Walaupun luka-luka mereka tak terlalu serius, tetap saja kedua tokoh terpenting di Lore itu mendapatkan perawatan terbaik dari tabib sihir istana.
Namun, pemandangan yang lebih mengenaskan adalah Sang Putri Raja, Anne Galford yang masih memeluk jenazah kekasihnya, Trevor Branson. Padahal tubuh kaku itu sudah tertutup kain putih dari ujung kepala sampai ujung kaki.
Horatio Hymn, Chloe Hewitt, Emily Raine dan Stephen Elgrade hanya bisa duduk atau berbaring saja di ranjang-ranjang di kiri-kanan ranjang Trevor.
Yang pasti, Anne Galford adalah orang yang paling dilegakan, sekaligus paling terguncang oleh insiden yang amat traumatis satu jam yang lalu. Air mata gadis berambut pirang panjang itu sudah kering sejak setengah jam silam.
Mata Anne terpejam, namun bibirnya masih berkomat-kamit, bergumam seperti mengigau, “Trevor, takdir sungguh kejam. Baru saja aku menemukan cinta sejati dari orang yang rela berkorban demi diriku. Tapi kehangatannya hanya berlangsung sebentar saja.
Haruskah aku menghabiskan seumur hidup dalam kehampaan?
Haruskah aku menutup diri dan tak lagi membuka lembaran hidup baru, mengetahui jodoh dan cinta sejati takkan pernah aku dapatkan lagi?”
Saat mental dan emosi Sang Putri berada di titik nadir seperti ini, seorang pria melangkah perlahan dalam bangsal perawatan, lalu berdiri tepat di samping Anne.
Beraninya orang itu.
Kurang ajar sekali dia.
Bertelanjang dada pula.
Anehnya, tak seorang pun menghalanginya.
Pantas saja, karena yang datang adalah Arcel Raine, orang yang telah memberi sumbangsih besar untuk menggagalkan intervensi dari musafir terkuat Gregorian di taman istana. Pasti beberapa pengawal istana sempat menyaksikan pertarungan dahsyat dan berujung ledakan besar tadi. Syukurlah tak ada korban jiwa sama sekali, hanya taman bunga legendaris itulah yang perlu direnovasi besar-besaran setelah ini.
Sebenarnya Anne menyadari kehadiran Arcel, tapi ia sama sekali tak menoleh, bahkan menyambut sang pahlawan.
Maka, dengan suasra bernada tenang dan lembut Arcel bicara pada Sang Putri, “Aku mengerti, kehilangan kekasih yang tulus mencintaimu, apalagi mengorbankan nyawanya untukmu jelas lebih menyakitkan daripada apa pun juga.”
Tak ada tanggapan sama sekali.
“Terus terang, aku pernah memiliki kekasih yang amat berduka ketika aku lenyap dalam pertarungan dahsyat seperti tadi. Andai aku tak diberi kesempatan kedua untuk menjadi musafir antar ranah, aku pasti telah berangkat ke alam baka waktu itu,” papar Arcel dengan perlahan, memastikan Anne mendengarkan dan menyerap setiap kata yang ia ucapkan.
“Namun, aku justru menemukan setiap kata yang ia ucapkan.” Namun, aku justru menemukan fakta dalam diri Emily Raine bahwa kekasihku ternyata tak larut dalam dukanya dan tak putus asa. Ia terus melangkah maju dalam hidupnya dengan harapan baru. Kurasa Tuan Putri dapat melakukan hal yang sama.”