EVERNA Bittersweet Symphony

Andry Chang
Chapter #99

Epilogue FERMATA - Part 3

Sementara itu, Arcel Raine menemukan dirinya di tempat yang amat, sangat berbahaya.

Pasalnya, sebuah ledakan yang amat besar dan dahsyat baru saja terjadi, mengguncang, meluluhlantakkan segala sesuatu di sekitarnya dan menandai berakhirnya sebuah pertempuran besar.

Asap tebal sisa ledakan menghalangi pandangan mata Arcel ke sekelilingnya. Namun pria itu hanya berjalan lurus saja, seolah ia yakin betul sudah datang di tempat yang tepat.

Tetap saja, yang menentukan tepat atau tidaknya perhitungan waktu sesuai ingatan Arcel adalah kejadian sesaat setelah Arcel keluar sepenuhnya dari kepulan asap.

Yang menghampiri dan menyambut Arcel tentu adalah para sahabat seperjuangannya, sesama Ksatria Kristal Pelangi. Wajah-wajah mereka semua terkesan takjub sekaligus bahagia, seolah-olah baru melihat seseorang yang secara logika seharusnya tewas dalam ledakan besar nan dahsyat dan masih bernyawa.

Di antara para pahlawan itu tampak pula wanita yang paling ingin Arcel temui, yaitu Genna Kapadokios. Gadis berambut putih dan sangat unik karena berbola mata warna-warni pelangi itu lari mendekat, lalu membenamkan wajahnya dalam pelukan kekasih hatinya. Air matanya mulai membasahi pundak Arcel.

“Arcel, kau kembali!” kata si mata saptawarna. “Tapi bagaimana bisa? Bukankah kau dan Mephistopheles terkena jurus pamungkas masing-masing beserta imbasnya dalam ledakan tadi?”

Karena Arcel baru bertahan hidup dari tarung pamungkas lain yang juga berujung ledakan, ia jadi ingat betul kata-kata yang ia rasa cukup mewakili kebenaran. “Berkat perlindungan Vadis di saat terakhir, tubuhku tetap bertahan dan tak musnah bersama musuh. Kurasa aku ditakdirkan untuk terus mendampingimu.”

“Itu kata-kata termanis dan tergombal yang pernah kudengar,” ujar Genna sambil meninju lembut perut Arcel. “Tapi kini Pohon Hayat, Yggdrasil telah tumbang. Ini jelas kekalahan mutlak bagi kaum elf khususnya dan dunia pada umumnya. Terra Everna tak akan pernah sama lagi setelah ini.”

“Ya, dunia kita telah memulai proses penuaannya,” tanggap Arcel Raine. “Tapi apa boleh buat, kita harus menyesuaikan diri dengan perubahan yang drastis ini demi bertahan hidup.”

“Sebelum itu, ayo kita pulang dulu,” kata Genna. “Sebaiknya aku menetap saja di satu tempat bersama, agar kita bisa menentukan langkah-langkah selanjutya.”

“Bagaimana kalau kita kembali ke kampung halamanku di Ibu Kota Lore, Alceste saja? Ke Toko Roti Raine’s Deli tempat aku dulu dibesarkan? Itu tempat yang ideal untuk pensiun.”

“Itu usul yang bagus, Arcel,” jawab Genna Kapadokios, sambil ia menyunggingkan senyum termanisnya.

 

==oOo==

 

Lihat selengkapnya