Marc Raine tak mempercayai pendengarannya. Misi yang sudah direncanakan dengan sangat teliti ternyata berantakan. Padahal, dengan hanya mengandalkan sekelompok kecil penyusup seperti ini, gagal berarti mati.
Kini di hadapannya tersaji tantangan yang berkali-kali lipat beratnya dari rencana semula, yaitu mengubah sesuatu yang mustahil menjadi mungkin. Marc, Waltzer, Vanessa, Caitlin dan seluruh regu dari Pasukan Khamsin harus lari.
Bila ini gagal pula, maka tak hanya mereka, seluruh Suku Bahrveh takkan luput dari bencana. Bagai rusa yang diterkam, jadi rebutan harimau dan singa.
Waltzerlah yang memancarkan tekad ini dengan teriakan, “Minggir, kalau tak mau mati!” Ayunan palunya makin ganas. Satu bandit terhantam palu telak hingga tulang-tulang rusuknya hancur, menegaskan ancamannya.
Namun para bandit itu seakan tuli, terus menyerang tanpa henti. Mau tak mau Walt dan Caitlin menyerbu terus untuk membuka jalan.
“Kau yakin ini lorong yang benar menuju pintu keluar?” seru Marc pada Vanessa, sementara mereka terus menangkal musuh yang mengejar dari belakang.
Yang ditanya berseru, “Ya! Lihat, bahkan Caitlinpun yakin! Ayo, terus terobos!”
Saat itu pula, perhatian Marc teralihkan oleh suara seruan yang sangat dikenalnya. Putranya, Arcel Raine.
Kesempatannya untuk membawanya kembali ke jalan yang benar kembali terbuka.
“Kejar! Jangan sampai lolos!”
Terdorong naluri kebapakannya, Marc menghentikan langkahnya dan malah berbalik ke arah datangnya suara musuh.
Terkesiap, Vanessa ikut berbalik dan berseru, “Marc! Kita harus terus! Jangan layani Arcel!”
Marc hanya tersenyum lembut. “Lupakah kau? Justru Arcellah alasan utamaku ikut misi ini. Jadi, biarkan aku menghadapinya! Hanya aku yang bisa menyadarkan anakku sendiri!”
“Tapi kalau begini caranya, kau pasti mati!” Suara Nessa jadi serak. “Bagaimana aku bisa menghadapi Nabila dan Pashe...”
“Tenang saja,” sela Marc. “Ada karyaku, Roti Musafir pada mereka. Aku tentu takkan meninggalkan semuanya dengan mudah. Nah, justru kau yang harus cepat lari! Pastikan ‘rencana cadangan’ kita berhasil!”
“T-tapi...” Mata si elf mulai berkaca-kaca.