“Baik, tuanku!” Berlian dan Zamrud menaiki kuda-kuda yang lowong, berderap ke pos mereka masing-masing.
Sementara mata Sharif kini tertuju pada pasukan pejalan kaki musuh yang kini tinggal seratus langkah dari tembok kota.
Tiba-tiba matanya terbelalak, sudut bibirnya sesaat menyunggingkan senyum. Rupanya sasaran yang diincarnya, Geld berada di antara pasukan yang maju itu. Inilah celah yang ia tunggu-tunggu. Prinsip dasar pertempuran, salah satu cara terbaik untuk menaklukkan musuh yang berjumlah lebih banyak adalah dengan melumpuhkan pimpinannya.
Seakan tak ada habisnya, datang lagi kejutan lain. Tiba-tiba dari tembok terdengar seruan, “Khamsin! Pasukan Khamsin datang! Kita selamat!”
Sharif tersentak. “Apa?” Menatap ke kejauhan, ia menemukan badai pasir datang bergulung-gulung ke arah kota, juga ke arah barisan Pasukan Sekutu. Itulah tipuan yang selama ini kadang digunakan Pasukan Khusus Khamsin.
Namun, menggunakan tipuan sihir yang sama pada musuh yang telah terbiasa? Vanessa pasti telah lengah, musuh kali ini pasti siaga, takkan jatuh pada tipuan yang sama.
Mengandalkan ketajaman penglihatannya, Sharif mengamati badai pasir itu dengan lebih teliti.
Perintahnya tersebar kemudian. “Saat aku beri aba-aba, semua merunduk!”
Di sisi lain, langkah kuda Geld terhenti. Ia memberi perintah. “Dvorakis, bawa pasukanmu hadang Khamsin! Jumlah mereka pasti sudah tipis, lalu nekad melakukan manuver bunuh diri!”
“Baik, Panglima!” Bersemangat oleh peluang mendapatkan jasa, Dvorakis berbalik. “Pasukan Dvorakis, hancurkan Khamsin!” Lalu ia memacu kudanya maju, diikuti kira-kira sepertiga pasukan utama Sekutu.
Dua pertiga pasukan masih lebih banyak daripada pasukan penjaga tembok kota. Bahkan pasukan terdepan Sekutu sudah terlibat kontak senjata dengan Laskar Bahrveh.
Namun Sharif tetap berseru, “Tahan... tahan...”
Badai bergulung makin dekat, dekat, hingga...
“Sekarang!” Sharif merunduk di balik tembok, diikuti seluruh pasukannya. Penasaran, ia mengintip. Senyumnya mengembang melihat wajah Geld dan pasukannya yang kebingungan, lalu berganti kengerian setelah menoleh ke belakang.
Ternyata itu adalah badai pasir sungguhan.
Pasukan Suku Bahrveh yang pada dasarnya sudah terlatih membedakan Pasukan Khamsin dan Badai Pasir Khamsin sungguhan memanfaatkan sepenuhnya perlindungan tembok kota, terhindar dari terpaan kekuatan alam.
Sebaliknya, badai panas berkecepatan tinggi itu tanpa ampun menerpa barisan pasukan bersenjata lengkap, menumbangkan banyak prajurit. Teriakan-teriakan kesakitan terdengar di sana-sini, dari yang hanya tersengat sampai yang terpapar langsung. Kulit mereka entah melepuh merah atau bahkan menghitam, terluka bakar.
Tak sampai lima menit, badai berangsur reda hingga lenyap sama sekali.
Sharif, Safir dan para prajurit Suku Bahrveh bangkit berdiri, melihat situasi medan dari tempat persembunyian.