Andai Geld berubah pikiran dan memutuskan untuk mengganjar para pembelot ini dengan hukuman mati, setidaknya Arcel dapat menemui mendiang Marc dan berkata, “Aku telah menjadi pahlawan dalam arti yang sesungguhnya.”
Makin jauh Arcel tenggelam dalam perenungan diri, terdengarlah suara langkah-langkah kaki memasuki koridor penjara. Arcel menengadah, matanya tertuju ke arah sumber suara itu. Tampaklah empat prajurit Sekutu yang berderap rapi.
Betapa terkejutnya Arcel melihat sosok elf wanita di tengah formasi prajurit itu. Ia adalah Vanessa. Jangan-jangan elf itu juga hendak dijebloskan dalam penjara.
“Nessa!” teriak Arcel. “Selamatkan dirimu! Larilah dari sini, dari Hadassah!”
Sebaliknya, Nessa malah pasang wajah muram dan berkata, “Tinggalkan kami, pengawal. Tak apa, mereka berdua tak dapat dan tak akan mencelakaiku.”
Salah satu prajurit protes, “Tapi, perintah Panglima...”
Vanessa membalas protes itu dengan pelototan matanya. Tekanan aura gaib yang dipancarkan dari pelototan itu membuat si prajurit bergerak menjauh seketika bersama ketiga rekannya.
Setelah para prajurit sudah tak kelihatan lagi, baru Vanessa mendekat. Kedua tangannya memegang jeruji-jeruji besi sel Arcel.
Arcelpun mendekat dan pasang ekspresi wajah heran. “A-apa sebenarnya yang terjadi, Nessa?”
“Aku kemari untuk memberitahu kalian. Kau, Arcel, Caitlin dan semua tawanan perang lainnya dibebaskan atas perintah Panglima Geld Nacorian.”
“Ah, syukurlah,” komentar Caitlin dari sel sebelah. “Kini aku bisa pulang ke kampung halaman untuk merawat keluargaku.”
Arcel malah bergerak mundur dan pasang wajah muram. Semudah itukah Geld membebaskan para pembelot? Ia tetap diam di tempat sementara para prajurit membuka pintu selnya.
Baru setelah melangkah keluar dari sel, Arcel bicara pada Vanessa, “Ayo, ikutlah denganku ke kampung halamanku, Lore.”
Namun Vanessa membalasnya dengan gelengan kepala.
Arcel terkejut bukan buatan. “Lho, mengapa?”
Si gadis elf menunggu sejenak hingga Caitlin dan para prajurit menghilang dari pandangan mata. Lalu ia berkata, “Agar kalian dan seluruh Pasukan Khamsin dibebaskan dan diampuni, harus ada satu orang yang tinggal untuk mengabdi pada Geld. Orang itu adalah aku.”
“T-tidak! Ini pasti permainan busuk si Nacorian itu! Huh, biar kuberi dia pelajaran...!”
Arcel baru hendak pergi untuk melabrak sang penguasa baru Hadassah saat kedua tangan Nessa menarik lengannya.
“Jangan!” seru si gadis elf dengan air mata berlinang. “Inilah pilihan terbaik yang baru saja terbit. Dvorakis, Wakil Panglima Sekutu dan calon Walikota Hadassah tiba-tiba menghilang tak tentu rimbanya. Posisi yang disandangnya itu kosong, jadi Geld menawarkannya padaku. Tak ada pilihan lain, aku menerimanya dengan syarat seluruh tawanan perang dibebaskan.”
“Tidak, ini tidak boleh terjadi, aku...”
“Lagipula, Kota Hadassah memang rumahku. Sepeninggal Sharif El-Fachrazi, akulah yang paling kenal kota ini luar-dalam. Lagipula, akulah penyebab utama keberadaan Pasukan Khamsin. Jadi harus aku yang tetap bersiaga di kota ini hingga tiba saatnya Pasukan Khamsin bangkit kembali dan memulihkan Ishmina ke kondisi semula, yaitu milik Suku Bahrveh dan penduduk aslinya.”