EVERY SECOND

Nisa Jihad
Chapter #6

Bab 5. Pengamat

Belum ada satu malam, Ardan sudah membuat Sabit kelimpungan. Anak itu pergi tanpa berbicara apa pun, bahkan Ardan belum mengganti seragamnya. Sabit panik ketika mendapat Ardan tidak ada di kamar. Ardan itu memiliki tingkat kecemasan yang tinggi, sewaktu-waktu bisa membahayakan dirinya sendiri. Seperti saat Panji pergi, anak itu sudah memperlihatkan sifatbya yang lain, dengan murung dan juga diam. 

"Kak, kita mau cari Algis ke mana lagi? Ini udah malam, kak." suara Nakula membuat Sabit menoleh, membuat cowok itu hampir menyerah. 

Sabit tidak ingin membuat Panji kecewa karena tidak bisa menjaga adik kesayangannya. Bagi Sabit kepercayaan yang Panji berikan sangatlah mahal, kalau pun bisa ditukar, Sabit akan menolaknya. 

Kali ini Nakula berperan penting dalam pencarian, selain adik Sabit, Nakula juga salah satu orang yang dekat dengan Ardan, walau beda kelas, Nakula suka menyempatkan waktunya untuk berkunjung ke kelas Ardan. 

"Na, Kakak yakin Algis masih di sekitar sini, coba kamu telepon Pitter deh, siapa tahu dia lihat atau Algis ada di sana," ucap Sabit, Nakula mengangguk paham. Ia cepat-cepat merogoh saku celana pendeknya untuk mengambil ponsel. Belum ada satu menit, ponsel Nakul berdering. 

Ardani Algis calling... 

"Siapa Na?" 

"Algis Kak, bentar... hallo, Gis lo di mana?" 

Suara lirih itu terdengar sangat jelas oleh Nakula saat sambungan teleponnya terhubung. Nakula hanya diam mematung di tempatnya, membiarkan angin mengibas rambut miliknya. Sementara di sebrang sana suara itu terus berceloteh. 

"Yaudah lo tunggu di sana, gue sama Kak Sabit nyusul. Jangan ke mana-mana." kata Nakula, entah Ardan mendengarnya atau tidak.  

"Gimana? Dia di mana Na?" 

Sabit menyahut setelah Nakula memutuskan sambungan teleponnya, anak itu melirik Sabit sebentar sebelum menjawab dengan nada yang begitu pelan. 

"Dia di gedung tua dekat sini, dia sendirian Kak, dia nangis tadi. Aku ngga yakin suara aku barusan bisa di dengarnya."  

Sabit mengangguk paham, siapa yang tidak tahu Ardan. Anak itu istimewa, memiliki kelebihan di atas rata-rata. Tak mau membuang waktu, Sabit membawa Nakula bersamanya, usai menyambar kunci mobil, mereka pun segera bergegas pergi. 

"Kak, lo tahu nggak, waktu itu Ardan pernah bilang dia lebih suka terang dibanding gelap. Dan lo akan kaget cerita gue ini, di gedung itu benar-benar gelap Kak." 

Sabit menoleh, sebentar sebelum fokusnya kembali pada jalanan, rasanya jarak rumah menuju gedung itu terasa jauh. Sialnya Sabit hanya bisa mengumpat berkali-kali karena lengah. 

"Shit! Harusnya Kakak nggak tinggalin dia sendirian." 

"Udah Kak. Lo nggak salah, lagian Ardan cuma kesel sama Kak Panji aja, 'kan?"  

Sabit diam, cowok itu tidak menyahut apa pun lagi. Yang dia ingin saat ini adalah menemukan Ardan sebelum Panji menanyakan keberadaan adiknya, jika tidak mendengar suara Ardan. 

Bagi Nakula, Ardan seperti adiknya sendiri, dia juga suka memanjakan Ardan jika anak itu menginap di rumah mereka. Ardan itu labil, emosinya bisa berubah-ubah. Terkadang Nakula heran mengapa anak seceria Ardan bisa memiliki penyakit yang unik. Sisrem dengar dengan gangguan mental yang cukup mengejutkan. 

Lihat selengkapnya