EVERY SECOND

Nisa Jihad
Chapter #9

Bab 8. Salam Pembuka

Sebenarnya hari ini Ardan malas pergi ke sekolah. Usahanya semalam tidak membuahkan hasil apa pun. Sejak subuh tadi, Ardan sudah bangun dan membuat keributan sampai membangunkan Alsha dan Panji.

Memang tidak ada yang salah, anak itu hanya melampiaskan kesalnya setelah kemarin memikirkan hal yang tidak berguna dari Aries. Namun, sekali lagi, seberusaha apa pun dia diam di tempat, Aries akan tetap menghalangi di depannya tanpa peduli.

Bahkan sejak semalam Ardan tidak benar-benar tidur, dia hanya memejam, bising di pikirannya selalu mengganggu ketenangan hatinya.

Dan di sini lah dia, duduk berhadapan dengan Panji dengan Alsha yang masih sibuk di dapur. Anak itu benar-benar bungkam hanya menikmati sarapannya tak peduli ada atau tidaknya Panji di sana.

Panji tidak masalah kalau adiknya ingin pergi sekolah hari ini, tapi Panji hanya masih bingung dengan jawabannya yang kemarin, anak itu bahkan dengan yakin kalau dirinya tidak ingin ke sekolah sebelum alat bantu dengar yang barunya datang. Lalu... sekarang Panji melihat Ardan yang siap dengan seragam sekolahnya?

"Aku udah selesai, aku berangkat dulu, Mi," katanya tiba-tiba. Anak itu bangkit dan mendorong kursi meja makannya sedikit ke belakang.

Alsha menoleh, ketika putra bungsunya sudah berdiri di sana, hendak mendekat ke arahnya. Dengan cepat Alsha menghampiri lalu menahan pergerakan Ardan yang akan melangkah.

"Sarapan kamu brelum habis, kamu mau berangkat sendirian dengan keadaan kayak gini? Gis dengar, Sayang, Mami udah kabarin ke sekolah kalau hari ini kamu nggak masuk dulu, Panji bilang kalian harus ketemu Dokter Thoriq, 'kan?"

Ardan tidak akan mendengarkan apa pun, pendengarannya sudah mati begitu juga dengan dengan rasa sayang yang besar pada dirinya sendiri. Dia hanya tak ingin menyakiti siapa pun, tapi percayalah ucapan Aries saat ini selalu menjadi pengganggu dipikirannya.

"Gis?" sentuh Alsha, anak itu menatap wanita di depannya dengan senyum yang lebar.

"Kamu paham maksud Mami?"

"Aku memang tidak bisa mendengar apa pun, tapi Mami selalu mengajarkanku untuk tidak benar-benar tuli." katanya. Alsha diam, Alsha tidak tahu mengapa hari ini Ardan.begitu asing baginya. Anak itu melangkah mundur menjauh dari Alsha.

Alsha hanya bingung... sungguh. Dirinya tidak mengerti mengapa Ardan justru tidak ingin di sentuh olehnya.

"Jangn pergi tanpa pamit sama Mami, gue nggak pernah ngajarin lo buat kurang ajar sama orang tua."

Dingin suara Panji membuat Ardan terdiam, karena sebelah tangannya di genggam begitu kuat. Ardan hanya bisa melihat dari bagaimana Panji bicara, keduanya saling pandang. Membiarkan riuh di hati keduanya menyeruak bersamaan dengan jerit yang sejak semalam ingin Ardan keluarkan.

"Maafin gue Bang, tapi takdir udah memberi jalan kalau kita nggak bisa sama-sama. Gue ngga mau lo sama Mami terluka." batin Ardan. Anak itu menepis semua gelisah yang selaman ia jaga. Bahkan setengah mati ia menagan perasaannya agar tidak terlihat oleh siapapun.

Ardan hanya tak ingin satu langkahnya menjadi beban yang akan sulit untuk diselesaikan, maka ini adalah salam pembuka untuk dunia yang baru bersama semesta.

Ardan hanya perlu menjadi anak remaja biasa, kan? Maka hari ini ia akan memulainya. Tangannya yang semula di genggam oleh Panji pun, ia lepas begitu saja, tatapnya tak terbaca, kakinya melangkah meninggalkan Panji dan Alsha yang masih diam di tempatnya. 

Ardan hanya perlu sedikit usapan lembut, bukan? Lalu mengapa rasanya begitu sulit untuk menangkap apa yang ingin anak itu katakan?

🍭🍭

Panji sempat mengikuti Ardan ke sekolah, tapi sayangnya anak itu tidak ada di sana. Guru kelasnya bilang Ardan izin tidak masuk dan itu informasi yang diberikan oleh Alsha ketika sarapan pagi.

Ardan tidak sedang mempermainkan Panji, kan? Sejak tadi Panji berulang kali mengirim pesan pada Ardan, tapi tidak satu pun pesannya dibaca oleh anak itu.

Rasa cemas Panji mulai menjalar, dia hanya perlu menunggu balasan yang lain dari teman-teman Ardan. Padahl Panji sedang ada kelas dan jadwalnya untuk presentasi. Namun, pikirannya masih belum tenang jika adiknya belum memberi kabar.

Lihat selengkapnya