Detektif Jean terkejut ketika melihat pantulan dirinya di cermin. Ia hanya meminta dirinya didandani seperti seorang sosialita yang anggun dan elegan. Tapi, kini ia lebih terlihat seperti seorang badut. Lipstik merah merona, alis yang dibuat tebal, dan jangan lupakan rambutnya yang kini semakin mengembang seperti sarang burung.
"Woww Detektif ... kau terlihat mengagumkan!" seru pria dibelakang Detektif Jean itu.
Sesekali pria kemayu itu menata rambut sarang burung milik Detektif Jean.
"Sam ... kau membuatku terlihat menakutkan," sahut Detektif Jean sambil menghembuskan nafas kesal.
" A ... a ..., kau terlihat seperti Paris Hilton!" kata Sam dengan antusias.
"Paris... Hilton? Apa dia pelanggan barumu?" jawab Detektif Jean sambil mengernyitkan dahinya dan mengingat-ingat nama itu.
"What!!! Jangan bilang kau tidak tahu Paris Hilton. Kau tahu? Sosialita terkenal itu. Bukankah seperti itu, Nak?" kata Pria bernama Sam itu sambil menyikut lengan Theo yang duduk di samping Detektif Jean.
"Tunggu! Siapa dirimu, Nak?" tanya pria itu baru menyadari keberadaan anak kecil itu.
Theo hanya mengedikkan bahunya tidak mau ikut campur dengan urusan dua orang tua itu. Ia lebih memilih membolak-balikkan majalah fashion yang ada di tangannya.
"Dia keponakanku Sam," jawab Detektif Jean kemudian.
"Aku baru tahu kau memiliki keponakan. Dia terlihat tidak seperti dari silsilah keluargamu," sahut Sam dengan lirih sambil memberikan sentuhan terakhir di pipi Detektif Jean.
"Omong-omong kau mau kemana Detektif? Tidak biasanya kau datang ke salon. Biasanya kau selalu berkeliaran seperti seorang gelanda ...," kata-kata pria bernama Sam itu terputus seketika melihat Detektif Jean memberinya tatapan mematikan.
"Aku harus menyelesaikan sesuatu Sam. Terima kasih atas bantuanmu hari ini."
Sam hanya mengangguk mengerti. Detektif Jean beranjak dari kursinya dan Theo pun mengikutinya. Pria bernama Sam itu lalu mengambilkan tas jinjing branded yang berada di dekatnya dan memberikannya ke Detektif Jean.
"Perfect!" kata Sam dengan antusias.
"Hati-hati Detektif!" imbuhnya sambil melihat punggung Detektif Jean yang semakin mendekati pintu keluar salon miliknya.
"Kenapa kau tidak membayar pria pemilik salon itu Detektif?" tanya Theo dengan polosnya.
"Membayar? Seharusnya dia yang membayarku, Theo."
Seketika Theo terdiam mencoba mencerna perkataan Detektif Jean. Detektif itu terlihat semakin menarik saja, ada banyak rahasia yang mengelilingniya.
"Aishh ... kenapa heels ini tinggi!"
***
"Selamat datang Nyonya Winston," sambut seorang pelayan toko dengan ramah.
'Tunggu! Nyonya Winston?'
"Tuan Winston membuat reservasi VVIP secara langsung kemarin. Pasti anda adalah bibi kesayangannya," imbuh pelayan itu.
'Apa?! Bibi? yang benar saja!'
Detektif Jean hanya membalas dengan tersenyum kikuk.
"Mari Nyonya," kata pelayan itu sambil menuntun Detektif Jean masuk kedalam butik.
Pelayan itu mulai menjelaskan berbagai macam barang yang terpajang di dalam butik itu. Sejujurnya Detektif Jean buta akan fashion, dia hanya mengangguk saja ketika pelayan tersebut menyebutkan satu-persatu barang mewah tersebut. Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Terlihat beberapa orang sedang ditemani masing-masing pelayan toko, sepertinya mereka model-model terkenal.
"Jadi, anda tertarik untuk mengambil barang yang mana Nyonya?" tanya pelayan itu membuyarkan lamunan Detektif Jean.
"Ohhh ... Aku ..., akan mengambil gaun ini!" jawab Detektif Jean sambil mengambil secara asal gaun yang berada di dekatnya.