EVERYDAY IS CHOCOLATE

Febilia revidawati pane
Chapter #2

Muisjes

Dua minggu kemudian. Seperti biasa rutinitasku setelah Mas Suami berangkat kerja, aku ceki-ceki dagangan. Wah! Hari ini aku kebanjiran order, alhamdulillah. Ups! Mataku terdiam melihat nama itu lagi, Fadgam Intermilano mem-follow akunku.

Ya, ampun. Itu orang kok ngeyel pingin berteman sama aku, sih. Jengkel seketika meraung menyergapku. Tapi, aku kok jadi penisirin eehh penasaran juga, ya. Akhirnya, aku klik nama itu dan Fadgam telah menjadi temanku.

Cling ... cling... cling. Bunyi tabku terdengar. Seketika, membuyarkan lamunan. Tab sudah bernyanyi. Artinya, ada inbox yang masuk.

“Assalamualaikum. Apa benar ini Febilia Pane alumni 94 kelas 3A SMPN I Sidoarjo?”

“Iya, benar. Kok tau, sih? Emang kamu siapa? Hayo ngaku.

“Aku juga kelas 3A. Lihat, dong. Nama depanku Fadgam. Emangnya, ada Fadgam yang lain di kelas kita? Itu foto anak keduaku, Yazer namanya, umur satu tahun.”

“Oh, ya! Aku baru ingat. Kamu yang duduk di meja paling belakang karena tubuhmu paling menjulang. Kamu yang jago Bahasa Inggris dan Fisika. Kamu yang paling pendiam sampai kupikir kamu enggak bisa bicara. Kamu yang jago voli juga, kan? Tapi, kok tau kalo itu aku? Aku kan, enggak pasang foto profil di Facebookku. Aku hanya pajang dagangan saja. Hayo, tau dari mana, nih.

“Sudah lima tahun aku mencari mu, Fe. Tapi teman-teman enggak ada yang tau keberadaanmu. Kamu hilang enggak ada kejelasan. Bisa saja aku ke rumah orang tuamu. Tapi enggak etis, dong, tiba-tiba aku nongol di depan pagar rumahmu, sedangkan kamu malah celingukan enggak kenal aku.”

“Ha? Lima tahun?”

“Iya, Fe. Betul, lima tahun. Apa aku ganggu Fefe? Maaf ya, sebelumnya.

“Ya, enggaklah. Kalau aku sibuk, ya nggak bakalan aku jawab inboxmu, kan?"

“Alhamdulillah, akhirnya kita ketemu ya, Fe, meski di Facebook. Aku harap, Fe enggak keberatan andai aku ajak ketemuan. Ada sesuatu yang harus aku katakan. Aku sudah capek, Fe, simpan ini semua selama bertahun-tahun. Aku sudah bosan nunggu saat kayak gini. Saat di mana kita bisa ngobrol kayak gini. Saat yang nggak pernah kita rasakan waktu di SMP dulu.”

Lihat selengkapnya