Keesokan hari. Bunyi BBM-ku menyentakkan lamunan. Fad bilang sudah berada di depan gang rumahku. Duh, kenapa aku jadi salah tingkah begini? Kenapa aku gemetaran? Kenapa rasa yang telah kukubur sekian lama untuk Fad menyeruak kembali tanpa memberi ruang untuk sejenak menghindar.
Suara BBM-ku berbunyi lagi “Aku sudah di depan pagarmu, Fe.” Fad sudah sampai rupanya.
“Aduh, jangan panik, Fe. Atur napasmu, Fe. Betulin bajumu, Fe. Betulin kerudungmu. Parfummu disemprot dong, Fe. Ngapain kamu lirikin saja? Cepat semprotin! Jangan lupa kacamata minusmu, tas selempang hitam kecilmu, dan sepatu boots andalanmu.
“Hayoooo, hampir lupa enggak bawa tisu basah dan tisu kering, ya? Oke, Fe. Ready semua. Siap untuk menikmati perjalanan hari ini dengan makhluk tampan itu. Berdoa dulu biar selamat kau pulang dan pergi. Oke, Fe. Bye,” Hemm, begitulah kata si hati yang selalu ikut nimbrung saat aku dalam situasi panik.
Ups! Fad sudah kepanasan pastinya di depan pagar. Kubuka pintu rumah. Ya Allah, sosok itu! Sosok yang pernah membuatku jengkel dan menangis seharian itu kini berdiri tegap di depanku. Gemuruh hati ini kian membuncah saat aku semakin dekat dengannya.
Pandanganku sedikit kabur, lunglai sudah pertahanan diri. Tubuh ini sedikit oleng ke belakang. Untung tangan kuat Fad menopang punggungku. Hemmm, so sweet.
“Aduh, Fe. Kenapa kamu norak gini, sih? Pakai acara mau pingsan lagi. Biasa aja kaleeee. Woles, Fe. Woles, dong. Kayak enggak pernah lihat cowo ganteng aja,” goda si hati sekaligus menertawai tingkahku yang kikuk.
"Assalamualaikum, Fefe. Sudah siap, kan? Fefe baik-baik saja, kan? Ayo, masuk ke mobil biar Fe enggak kepanasan," kata Fad sambil membukakan pintu mobil untukku.
"Adem ya, Fe. Sini aku turunin dikit kursinya, biar Fe nyaman. Kok diam? Bingung ya, kenapa akhirnya kita bisa ketemuan hari ini? Fe masih enggak percaya kalau kita ketemu, ya?" Kata Fad sambil menyalakan mesin mobil.
Akhirnya sampai. Kami berhenti di resto siap saji. Fad menarik satu kursi dan mempersilakanku duduk. Dia juga menarik satu kursi tepat di sebelah kiriku. Uffh! Untung dia enggak duduk di depanku. Bisa tambah grogi aku.