Januari, 2016
Bel pulang sekolah baru saja terdengar beberapa detik yang lalu, namun beberapa siswa sudah terburu-buru ingin mengakhiri sesi pembelajaran. Guru yang sedang mengajar pun mendengus kesal, meski pada akhirnya tetap menuruti siswa-siswinya untuk menyelesaikan materi hari ini.
"Bila, temui saya di ruang musik," tukas sang guru dengan suara yang lantang, membuyarkan lamunan Bila, gadis bermata sipit yang duduk di pojok kelas dekat jendela.
"Kenapa lagi Bil?" tanya teman sebangkunya saat guru matematika galak yang mengajar mereka tadi melangkah keluar.
Bila hanya mengendikkan bahunya, mengartikan bahwa dirinya sendiri pun tidak tahu menahu perihal alasan guru galak itu memanggilnya lagi.
"Curiga kan' kalau sampai kalian ada main belakang."
Pia, teman sebangkunya itu menatapnya dengan kedua alis yang naik turun, menggodanya.
Sementara Bila hanya melirik sinis teman sebangkunya sebagai tanggapan.
Tanpa menjawab candaan Pia, Bila segera saja melangkahkan kakinya keluar kelas, menuju ruang musik. Menemui guru matematikanya yang masih muda dan tampan itu.
Sesampainya Bila di tempat yang dituju, bukan Pak Adnan yang ditemuinya. Tapi, laki-laki yang belum pernah dilihatnya sejak dia menginjakkan kakinya di sekolah ini satu minggu yang lalu. Laki-laki itu memakai seragam yang sama seperti dirinya, perbedaannya terletak di badges kelas di bagian pundak, kelas dua belas. Menoleh ke kanan ke kiri Bila tidak menemukan tanda-tanda Pak Adnan ada di ruangan itu.
Sementara laki-laki itu, yang mungkin merasa terganggu dengan suara decitan pintu yang sedari tadi dimainkan Bila menoleh ke arahnya.
"Siapa?"
"Bila."
"Maksud gue, kesini mau ketemu siapa?"