Exchange !!!

Rio Parikesit
Chapter #3

DEAL

Pelajaran Geografi adalah pelajaran terakhir hari ini sebelum aku dan teman-teman yang lain boleh pulang. Ibu Sri, guru geografiku, menyuruh kami semua di kelas untuk mempersiapkan buku catatannya segera, tetapi baru beberapa saat Sang Guru menyalin isi materi di buku paketnya ke papan tulis hitam yang menggantung kokoh di depan kelas, suara ketukan pintu di luar menyadarkan kami semua yang ada di ruangan, termasuk Ibu Sri sendiri. Rupanya, guru wali kelasku, Pak Jonathan, berdiri mematung persis di ambang pintu kelasku, menunggu sapaan dari Bu Sri.

“Maaf Bu Sri, ganggu. Saya cuma mau menyampaikan, Apriano ditunggu Bapak Kepala Sekolah di ruangannya sekarang !!”

Sontak, jantungku serasa mau copot keluar. Ada apa gerangan? Apa aku pernah buat masalah atau kasus? Seingatku, aku salah satu murid teladan di SMA Taruna Abadi. Tak ada satu catatan merah sedikitpun yang pernah kugoreskan selama bersekolah disini. Tapi, kenapa Kepala Sekolah memanggilku di tengah jam pelajaran berlangsung seolah-olah ada hal yang sangat genting. Pikiranku mendadak liar tak karuan. Tak ada jawaban yang bisa kutemukan selain ikut dengan guru wali kelasku dan mencari tahu sendiri jawabannya dengan menemui Bapak Kepsek di ruangannya.

                                                          ===0===0===

Satu bulan…

Waktu yang cukup untuk mengubah saudara kembarku.

Ini seperti sudah suratan takdir kalau ini jadi jalan satu-satunya. Bagaimana tidak? Lomba Olimpiade Matematika yang kiranya tinggal hitungan hari ternyata diundur hingga satu bulan ke depan !! Hatiku berubah tenang sepeninggalku dari ruangan kepsek tadi siang. Terlihat jelas raut kelegaan di wajah Bapak Kepala Sekolah saat menyampaikan berita itu padaku. Itu berarti ada tambahan 2 minggu untukku mempersiapkan semuanya. Ya, aku akan mengajari Al dan menggiringnya memenangkan Olimpiade. Itulah tujuanku !!

                                                        ===0===0===

Malam terasa begitu dingin. Rintikan gerimis kecil berubah menjadi guyuran air hujan hanya dalam hitungan sesaat bak gelombang pasang yang ditumpahkan dari langit, mulai membasahi bumi beserta isinya, tak terkecuali rumahku. Angin berembus kencang membawa hawa sejuk di dalamnya, menusuk tulang-tulangku yang cuma dilapisi kulit dan jaket. Teh panas buatanku juga seloyang bolu kukus turut membantuku melawan hawa dingin dari dalam tubuhku yang mulai menghangat.

Tak lama setelah kuseruput pelan sambil kuresapi teh jahe racikanku, Al datang menghampiriku yang tengah selonjoran santai di atas lantai keramik dan kusandarkan punggungku pada dinding marmer yang berdiri kokoh tepat di belakangku, menikmati kesunyian malam yang terhampar begitu damainya di teras depan rumah. Tanpa sadarku, ini adalah hari ketiga sejak aku menggagas ide konyol itu pada Al. Hingga kini, belum ada jawaban satu pun yang keluar dari mulutnya. Apakah setuju atau tidak.

Lihat selengkapnya