Api. Liana melihat kerja kerasnya selama bertahun-tahun lamanya itu terbakar habis dalam api. Menemani hancurnya dokumen dan buku yang tidak bisa dia selamatkan adalah tangisan anak-anak yang belum sempat dia belah dan jadikan tikus percobaan.
Dia ingin kembali berlari masuk ke sana, tapi ada sosok besar yang menghalanginya, menghalangi dia dari melihat apakah subjek tes terakhirnya selamat atau tidak.
Andai saja dia lebih kuat dari dirinya yang sekarang, andai kata dia bisa membawa kembali dewa yang mereka sembah ke dunia, maka mereka pasti akan .....
Membuka mata. Kereta pikirannya di dalam mimpi berhenti, dia kembali ke kenyataan yang menyambut dengan kasarnya, mengingatkan dia sudah kehilangan apa dengan kekosongan di kasur dan keningnya.
Buku-buku kini menggantikan Quinn dan pakaian mereka, banyak dari mereka tergeletak di lantai dan di atas kasur putih yang sudah beberapa hari tidak mereka nodai itu.
Sesekali, Ana masih merindukan hari bersama si jalang, tapi setiap kali mengingat semua hal manis yang sudah mereka lakukan bersama, pikirannya selalu berakhir pada tindakan terakhir pasangannya.
Tindakan kejam yang membuatnya meremas keras selimut putihnya dan mulai berpikir, Jika saja kau meminta lebih baik, Quinn. Mungkin aku akan memberikannya padamu.
“Tapi tidak ....” Berbicara dia pada dirinya sendiri yang perlahan bangkit, “Karena itulah aku harus melakukan ini juga.” Dan mulai berpakaian.
Dia memakai pakaian pekerjaan standarnya, pakaian wanita suci yang belum pernah berhubungan dengan seorang pria. Sebuah gaun putih suci dengan simbol dewa mereka dijahit menggunakan benang emas di setiap detailnya.
Tidak lagi meminjam tudung milik para biarawati atau sengaja menaruh poni untuk menutupi tatonya, dia bebas untuk bergaya sesuai keinginannya.
Kini berjalan keluar, tapi tidak untuk melakukan ritual suci di depan altar. Pekerjaan itu sudah diwakilkan oleh tangan kanannya yang terlalu percaya bahwa dia sakit.
Pakaian ini punya simbol yang jauh berbeda dari simbol yang menghiasi gereja mereka. Simbol dari Dewa lama yang sudah kehilangan takhtanya, dan sekarang menjanjikan kepada keluarga Ana segalanya jika salah satu dari mereka bisa mengembalikannya ke Surga.
Sebuah beban yang kini ditanggung Ana yang bertekad untuk menyelesaikannya.
Wanita muda itu berjalan turun ke ruang bawah tanah gereja tempat mereka menyimpan alkohol yang tidak lagi mereka jual. Melewati semua yang becek dan lembap dengan satu pisau dan buku tua di tangan.