Excursion to World's Heart

Dei Arcana
Chapter #23

Bab 23

Wanita yang terbakar itu membiarkan kulitnya menghitam, rambutnya terbakar habis, dan kain yang dia pakai meleleh ke kulitnya, masih kuning juga.

“George ....” Quinn menyebut nama teman perjalanannya yang berada di tempat berbeda. Pria itu berada di masa lalu, menonton dirinya sendiri menemani anaknya.

“George!” Tidak ada yang bisa mengalihkan George dari pemandangan dalam pikirannya itu, sebuah masa lebih indah yang lebih dia cinta.

Hal itu memaksa Quinn untuk melompat keluar dari perlindungan lingkaran magisnya untuk menghadapi langsung sang iblis yang kini sudah selesai berubah.

Dia merapal mantra, bola api menembak dari mulutnya yang terbuka. Benda itu melesat menyala, menabrak kabut yang terbakar dan membelah, musuhnya menghilang.

Merasakan panas api ciptaannya sendiri, Quinn tahu dia tidak bisa bertahan begitu lama di sini. Melihat itu, Quinn mempercepat keputusannya.

Dia memanggil angin untuk menarik semua api buatannya, menciptakan tornado panas yang dia paksa terpusat dan terus dia kendalikan secara telepati di kepala.

Sudah dua mantra yang harus dia jaga konsentrasinya, satu melindungi si raksasa dari racun yang mulai mempengaruhinya, dan yang lain adalah untuk menghisap semua racun itu di tornado buatannya.

Quinn mencari sekelilingnya untuk si wanita yang menghilang, menemukan wanita itu tepat di depan matanya saat dia berbalik ke belakang.

Tubuhnya mundur karena insting dari si wanita yang memajukan tangannya, berusaha menyentuh wajah Quinn yang ketakutan dalam ketidaktahuannya.

Cepat, dia membangun mantra yang sama dengan yang melindungi George untuk dirinya, tapi terlambat. Si wanita berhasil menyentuh tangannya yang berusaha menghalangi tangan si wanita dari menyentuh wajahnya.

Quinn yang sudah terinfeksi oleh semua penyakit di dunia, mendapati segala macam racun dan bisa, untuk pertama kalinya dalam seluruh hidupnya sejak hari itu berhasil sakit.

Punggung tangannya yang disentuh oleh sang wanita yang masih saja tersenyum ramah itu melepuh, seperti terkena penyakit kulit menjijikkan yang dia sendiri kesulitan obati hingga semua bekas luka itu tidak ada lagi.

Ditambah lagi, sentuhan si wanita jelas sekali membuatnya semakin lemah. Napasnya berat, racun jenis ini jelas sekali belum pernah dihadapi tubuhnya sebelumnya.

Dia berusaha mengendalikan napasnya, membuang semua racun di dalam dengan kontrol dan manipulasi unsur-unsur dalam tubuhnya menggunakan sihir.

Akan tetapi, musuhnya tidak membiarkan. Wanita itu mengendalikan kabut racunnya untuk melilit Quinn, menaruh tekanan besar seakan mereka padat kepada penghalang magis tak kasat matanya.

Melawan, Quinn meledakkan energi magis dengan dirinya sebagai pusatnya, tapi hal itu memaksa dia melepaskan fokus dari tubuhnya yang terus melemah.

Pandangannya mulai buram, dan dia hanya ada beberapa tebakan tentang kekuatan dan kemampuan dari lawannya yang sampai sekarang masih mendominasi dirinya.

Mengambil kesimpulan paling sederhana, Quinn menggerakkan tornado yang sedari tadi ada dalam kontrolnya, menambah kekuatan magis ke dalam angin yang terus dia perbesar dan bawa putar berkeliling.

Sebentar saja, kota kosong itu kehilangan asap hijau tua yang menutupinya, membiarkan Quinn melihat jelas setiap sudut dan menemukan apa yang dia cari.

Dirinya menangkap asap itu kembali menyebar dari salah satu gang kota kecil itu, bersembunyi dibalik rumah-rumah yang penuh mayat pemiliknya.

Quinn tersenyum, “Ketemu.” Fokusnya mengarah ke titik itu, dan dia merapal mantra yang lain. Mantra yang sama yang dia gunakan untuk membekukan air di bak mandi kala itu, tapi lebih kuat lagi.

Asap-asap itu melambat, mencair, lalu memadat. Merasakan rencananya berhasil, Quinn tersenyum lebar. Dia berpindah secara instan ke tempat sang iblis.

“Sudah aku bilang, kau harus menunggu, temanku.” Quinn menghina, “Dia belum tidur sebelum beberapa hari.” Mengisyaratkan ke arah George yang sedikit tampak di gang sempit itu.

Lihat selengkapnya