Expired Girl Expired Money

daun kecil
Chapter #1

MAYASARI

HARI mulai siang, Suryati melihat orang-orang berjalan memakai baju kondangan, rata-rata ibu-ibu berjilbab, mereka adalah warga yang akan menghadiri acara resepsi pernikahan yang berada di dekat perempatan.

Suryati melihat Emaknya yang duduk di teras, tampak tenang sesekali berkomat-kamit tak jelas. Terpikir olehnya untuk meninggalkan orang tua itu barang sejenak.

Baju yang lusuh dan dekil membuatnya urung. Suryati hanya melihat dari halaman rumah, tak hiraukan tatapan hina orang-orang yang melihatnya saat melintas. Itu sudah biasa. Sebenarnya ia sangat ingin melihat betapa cantik sang mem-pelai wanita dan betapa tampan sang mempelai pria. Ada rasa sesak di hatinya. Menyadari kenyataan bahwa ia takkan men-jadi seorang pengantin. Takkan ada pria yang mau meminang-nya, takkan ada pesta perkawinan untuknya. 

Kini usianya lima puluh tahun lebih. Namun tubuhnya yang mungil membuatnya tampak seperti anak kelas enam SD, jika dilihat dari belakang. Ketika umur dua belas tahun ia berhenti tumbuh, karena kekurangan gizi. Berbeda dengan adik-nya yang tumbuh sehat. Parmin.

Karena hanya bisa mendengar suara salon (sound system) yang menggema, ia putuskan untuk berjalan dan mendekati kerumunan anak-anak kecil yang melihat mempelai pria dan wanita dipertemukan. Namun, tetap saja ia harus bersusah payah karena tubuhnya yang pendek dan banyak orang yang menghalangi pandangannya. Suryati terpana, betapa elok sang pengantin. Betapa mereka terlihat bahagia. Salawat nabi meng-gema, mengiringi pertemuan dua insan yang beruntung itu. Sudah puas melihat sang pengantin, Suryati berusaha keluar dari kerumunan untuk kembali.

Saat berjalan pulang ia bertemu Satelit yang akrab dipanggil Lita, yang merupakan adik iparnya.

“Pengantinnya sudah ketemu Mbak Ti?”

“Sudah. Cuantik sekali pengantinnya, Kamu telat.” Jawab Suryati.

“Wah, telat aku.” Satelit bergegas menuju kerumunan. Setiap ada acara pernikahan, pertemuan mempelai pria dan wanita selalu menjadi tontonan yang menarik bagi warga desa.

Tiba di rumah Suryati melihat Emaknya yang sedang ber-diri sambil memandangi pohon jambu monyet. Ia pun kembali duduk di teras rumah, di bangku kayu yang sudah tampak lapuk. Perempuan mungil itu teringat dengan masa lalunya, di mana ia pernah merasakan bahagia dekat dengan seorang pria. Mono namanya, seorang pria yang tinggal satu desa dengan Suryati. Rumahnya tepat di samping kanan rumah Suryati. Mereka tumbuh bersama, bermain bersama. Mono sekolah sampai tamat SD, sedangkan Suryati tidak pernah sekolah.

Mono yang meminjami sepeda jengkinya, agar Suryati dapat belajar naik sepeda. Mono yang mengajarinya membaca, walau tetap saja Suryati buta huruf, karena Mono tak sesabar guru SD waktu itu. Dan, tiba-tiba teman masa kecil Suryati menghilang begitu saja. Ia pindah bersama keluarganya, dan rumahnya dibiarkan kosong.

Dibelakang rumah Mono ada sebuah sumur tua. Kabarnya di sana sering ada penampakan pocong. Anak-anak kecil selalu takut ke sana, namun yang namanya anak kecil semakin takut semakin penasaran dan semakin dibicarakan. Seringkali Suryati mendapati anak-anak kecil yang berjalan mengendap-endap mengintip sumur tua itu. Suryati tersenyum jika melihat itu, dan ia akan menakut-nakuti anak-anak itu agar segera pergi.

Lamunan perempuan mungil itu pecah ketika melihat ibunya mondar-mandir di jalan sambil menceracau. Ia khawatir ibunya akan membuat ulah lagi, Suryati segera mengejar ibunya.

 

***

Lihat selengkapnya