PAGI-PAGI Mbok Nem berlari walau badannya sudah ringkih. Jelas, Mbok Nem tidak sedang berolahraga, ia sedang memanggil-manggil nama keponakannya.
“Min.. Cepat keluar! Batu bata punya Mbok Tumi diambili Saijah!” Sarinem berteriak. Parmin yang sedang asyik tidur-tiduran langsung bangun. Ia pakai kausnya, lalu keluar.
Parmin melihat Bibiknya yang ngos-ngosan. “Ayo cepat Emakmu buat ulah lagi.” Ucap Sarinem lagi. Mereka pun ber-gegas menuju TKP.
Disana ternyata sudah ada Suryati yang sedang berusaha memaksa Emaknya untuk pulang. Tapi Emaknya tetap ngeyel mau membawa batu bata milik Mbok Tumi.
“Ini punyaku, Tumi nyolong batu bata punyaku! Aku mau bangun rumah!” Ucap Mbok Jah sambil menjerit histeris saat Suryati berusaha merebut batu bata yang diambil Emaknya. “Itu batu batakuuuu!!!!! Bukan milik Tumi!! Bukan milik Tumi!!”
Mbok Tumi ketakutan, “Cepat bawa pulang Emakmu!” Perintah Mbok Tumi pada Suryati. Semua orang tahu bahwa Mbok Tumi lah pemilik batu bata itu.
“Ini punya orang Mak!! Sudah, jangan dibawa!” Ucap Suryati. Mbok Jah masih ngotot membawa batu bata. Beberapa batu bata pecah karena Mbok Jah membantingnya saat orang lain mau merebutnya. Bahkan ia hendak melempar batu bata itu kepada orang yang mendekat.
Parmin yang melihat kejadian itu menjadi naik darah, dengan kasar ia menyeret Mbok Jah.
“Ayo pulang! Bukan punya kita jangan diambili!” Ucap Parmin dengan nada tinggi. Mbok Jah memberontak dan terus berteriak bahwa Mbok Tumi yang mencuri batu batanya. “Jangan malu-maluin!”
“Min, jangan kasar-kasar sama Emak!” Teriak Suryati.
“Sudah, diam saja!”