Expired Girl Expired Money

daun kecil
Chapter #7

MAS MONO PULANG

MENIKMATI sore paling enak dengan menonton acara TV. Suryati, Mbok Jah, dan Mbok Nem duduk bertiga melihat sinetron dari teras rumah mereka. Tak usah punya TV untuk bisa menonton TV, tak usah pula datang ke rumah tetangga. Bu Mila yang merupakan tetangga depan rumah mereka mem-punyai TV yang luar biasa lebar, dari teras rumah Mbok Jah bisa terlihat jelas acara apa yang keluarga Bu Mila tonton. Namun, suara TV tidak terdengar sampai teras Mbok Jah. Jadi mereka bertiga seperti melihat acara sinetron yang semua pemerannya gagu, cuma terlihat mulut pemain yang bergerak tanpa suara.

Tiba-tiba ada dua sepeda motor yang berhenti di depan rumah kosong tak berpenghuni itu, yang merupakan rumah Mono, cinta masa lalu Suryati.

Suryati menjadi bertanya-tanya apa benar Mas Mono kembali pulang setelah sekian lama. Lelaki berjaket hitam itu turun dari motor dan melepas helmnya. Tubuhnya tinggi besar, tampak wajah brewokan dan kepala yang botak di bagian depan. Suryati berharap laki-laki yang ia amati menoleh ke arahnya, agar bisa terlihat jelas wajah orang yang membuatnya penasaran itu. Walau hanya sekilas Suryati melihat wajah sang pria botak, ia yakin bahwa benar Mas Mono yang telah kembali setelah sekian lama. Sedangkan pengendara sepeda motor satunya adalah seorang perempuan, sambil membonceng seorang gadis remaja yang tampak seperti anaknya. Suryati mulai agak kecewa, karena Mas Mono yang tidak datang sendiri, melainkan dengan wanita lain.

Laki-laki dan dua perempuan itu memasuki rumah.

“Lha itu pemilik rumah kosong itu Ti?”

“Iya mbok, namanya Mas Mono. Dulu ia tiba-tiba pindah, lalu rumahnya dibiarkan kosong. Tapi sepertinya mau ditempati lagi.” Sarinem belum tinggal dengan kakaknya waktu Mono pindah rumah. Sarinem ikut kakaknya tinggal di Desa Sukowati setelah suaminya meninggal tujuh tahun yang lalu.

“Lha yang perempuan itu pasti istri dan anaknya, atau mungkin saudaranya, kok naik sepeda tidak boncengan.” Ucap Sarinem yang duduk di samping kakaknya yang komat-kamit sendiri.

“Ya istrinya mungkin, seingatku Mas Mono anak tunggal.” Suryati terus mengamati rumah Mono.

“Ya syukur kalau ditempati lagi, biar punya tetangga baru, biar tak terlihat angker lagi rumahnya.” Ucap Sarinem, “Masak rumah bagus dibiarin kosong.”

Keponakannya tak menanggapi karena sibuk mengamati, setelah hampir satu jam akhirnya Mono dan kedua perempuan yang ikut dengannya pergi meninggalkan rumah.

Senja berganti malam, karena keluarga Mbok Jah tak punya media hiburan, pukul delapan malam mereka sudah bersiap tidur. Terlalu dingin jika melihat TV tetangga dari teras. Lagi pula jika langsung numpang nonton TV di rumah tetangga mereka merasa tak enak, apalagi semenjak Mbok Jah stres. Ia butuh penjagaan ekstra.

Suryati sulit tidur memikirkan Mono. Sedangkan Mbok Nem sedang mengajak kakaknya berbicara, itu merupakan ritual yang Sarinem lakukan sebelum tidur, dan menjadi hiburan tersendiri baginya. Terkadang Mbok Jah menyahuti dengan jawaban yang sama sekali tidak nyambung atau ia hanya komat-kamit sendiri sambil melihat Sarinem. Mereka bertiga tidur bersama di atas tikar dengan bantal yang tak empuk lagi. Paling tidak masih berfungsi sebagai alas agar kepala tak sakit dan sebuah selimut bermotif garis-garis mereka gunakan bersama.

Angan-angan Suryati melayang, ia membayangkan Mono memang kembali tinggal di desanya. Ia bingung apa yang akan dilakukannya jika bertatap muka dengan laki-laki itu. Sudah tiga puluh tahun lebih Mono pindah, akankah ia mengenali Suryati teman masa kecilnya.

Mono kembali, dengan istri dan anaknya. Batin Suryati, andai ia terlahir lebih menarik tidak kuntet, item, dekil, mungkin Mono akan tertarik padanya. Paling tidak akan ada laki-laki yang mau menikahinya. Tapi Suryati kembali sadar akan kenyataan. Usianya sudah tak muda lagi, cantik pun tidak, kaya pun tidak, paling tidak ia masih punya keluarga yang masih menemani yakni Emaknya, Mbok Nem, Parmin, dan Lita. Kadang Suryati berpikir Parmin begitu bodoh menikahi janda tua, yang tak mungkin bisa beranak. Keluarganya pun tak punya penerus. Apa itu yang namanya jodoh dan takdir. Jika setiap orang mempunyai jodoh masing-masing lalu ke mana jodohnya? Apa sudah diambil perempuan sundel seperti perempuan yang ia lihat tadi sore. Atau Tuhan yang lupa menuliskan jodoh dalam takdirnya. Batin Suryati kembali bertanya-tanya akan keadilan Tuhan untuknya.

Esok harinya, pagi-pagi Mono kembali dengan beberapa orang tukang. Jelas rumah itu akan dibenahi. Suryati sengaja duduk di teras berharap Mono melihat keberadaanya. Hal itu sia-sia karena Mono cuek bebek, menoleh pun tidak.

Suryati sengaja lewat di depan rumah Mono, ketika laki-laki itu sedang berdiri di dekat sungai memantau para tukang yang memperbaiki rumahnya.

“Mas Mono....” Suryati mencoba menyapa terlebih dulu. Mono menoleh dan memperhatikan wujud Suryati.

Mono hanya diam dan mengerutkan dahi.

Lihat selengkapnya