“Gombloh.... Mbloh...... Gombloh....... “ Terdengar suara Mbak Lita memanggil-manggil nama Gombloh. Hani terheran-heran, kenapa istri Parmin itu memanggil-manggil nama Gombloh. Bukankah Gombloh nama pencipta lagu terkenal.
Ternyata tidak hanya Satelit yang memanggil-manggil nama Gombloh, tapi juga Parmin. Siapakah Gombloh yang dimaksud pasutri itu? Hani bertanya-tanya.
Parmin dan istrinya memulai pencarian dari rumah yang paling ujung dari gang rumah mereka, rumah per rumah mereka tanyai apakah tahu di mana keberadaan Gombloh. Mereka pun tiba di rumah Bu Romlah untuk mencari Gombloh.
“Sampeyan tahu Gombloh? Mungkin masuk ke kandang ayam sampeyan ?” tanya Mbak Lita.
“Gombloh?? Siapa ?” tanya Hani “Kalau pencipta lagu saya tahu.”
“Gombloh nama ayamku mbak. Ayam jago.” Jawab Parmin.
“Ciri-ciri ayamnya bagaimana?”
“Punya jengger, merah merona, bulunya hitam mengkilat, dan ada warna merah kecokelatan, juga warna kuning.”
“Emmm begitu, kakinya pasti ada dua.”
“Ya iyalah, sampeyan ngajak bercanda.”
“Sampeyan yang ngajak bercanda, semua ayam jago juga ciri-cirinya sama dengan yang Mbak Lita sebut.”
“Benar juga kata sampeyan, kandang ayamnya boleh diperiksa mbak?”
“Monggo, silakan.” Hani mengantar Parmin dan istrinya ke kandang ayam, siapa tahu Gombloh benar-benar ada di sana dan mengenali pemiliknya.
Lita dan suaminya melihat seluruh kandang ayam, namun tak menemukan ayam peliharaan mereka.
“Ada mbak ayamnya?”
“Nggak ada mbak. Ya sudah kami cari di tempat lain. Maaf merepotkan.”
“Mungkin Gombloh kepincut ayam betina mbak, sampai lupa pulang.”
“Iya mbak, semoga kepincutnya sama ayam satu RT, biar bisa ketemu. Semoga Gombloh cepat pulang.”
Kemudian mereka mencari ke rumah-rumah penduduk lainnya. Hani jadi penasaran, di manakah Gombloh berada? Mungkinkah hewan berjengger itu pergi mencari jati dirinya, atau memang kasmaran dengan ayam betina yang tak tahu rimbanya, hingga rela meninggalkan sang majikan.
Hani sering melihat Parmin memandikan ayam jagonya itu, sebelum berangkat ke pasar. Hingga azan magrib tampak-nya pencarian mereka belum berhasil, begitu terlihat kesedihan dan kekhawatiran mereka akan kepergian Gombloh selamanya.
“Eman-eman, ayam jago satu-satunya hilang.” Ucap Lita sambil menimba air.