Expired Girl Expired Money

daun kecil
Chapter #15

MENJEMPUT IBU

BEBERAPA saat kemudian Hani melihat Suryati mengang-kat seikat kayu di atas kepalanya yang ia pegangi dengan satu tangan, dan tangan satunya lagi membawa sebatang bambu kering yang cukup panjang dan besar. Ikatan kayu itu tidak kalah besar yang merupakan kumpulan ranting-ranting bambu yang biasa disebut kayu carang. Lucunya Suryati memakai atasan baju pramuka. Hingga ia benar-benar mirip anak pramuka. Kulitnya yang gelap terbakar matahari membuatnya semakin tampak seperti pramuka sejati.

Hani keluar rumah dan mengejar Suryati, tak sabar menyampaikan kabar baik untuk perempuan mungil itu. Suryati meletakkan kayu di dekat pohon jambu monyet di depan rumah. Tampak ia begitu lelah. Hani duduk di bangku tua yang ada di teras rumah Mbok Jah.

“Eh Mbak Hani, ada apa kok tumben main?” Suryati bertanya sambil duduk di dekat tetangganya itu. Hani mencium aroma khas bau parfum alami dari tubuh Suryati, ia pun sedikit bergeser menjauh.

“Aku punya kabar baik untukmu, tapi kau istirahatlah dulu ambil minum.”

“Hehee.. ah nggak capek kok mbak, baru satu ikat. Kemarin saya dapat tiga ikat.”

“Hmmm rajin sekali cari kayu, ngomong-ngomong pantas sekali kaupakai baju pramuka. Dapat dari mana?” Aroma khas Suryati yang menyengat hidung Hani berganti aroma ikan klotok yang digoreng. Tampaknya Lita sedang memasak.

“Oh, ini dapat dari Bu Mila. Anaknya sudah lulus sekolah. Bajunya diberikan pada saya mbak. Emangnya ada kabar baik apa? Saya jadi penasaran mbak.”

“Uangmu laku Ti, hehee... Tebak laku berapa???”

“Berapa mbak? Sepuluh ribu? Jangan-jangan seratus ribu.” Tebak Suryati.

“Kau salah lebih besar dari itu! Kau pasti kaget dengernya. Bisa-bisa kaupingsan.”

“Berapa mbak, berapa? Jangan bikin penasaran mbak!”

“Sepuluh juta Ti, sepuluh juta!” ucap Hani dengan suara lirih. Takut ada yang dengar.

“Ah, Mbak Hani bercanda. Emang sepuluh juta itu uang-nya gimana mbak? Saya belum pernah liat. Uang seratus ribu saja aku lupa mbak gambarnya.”

Rupanya Suryati tak tampak terkejut, mendengar kata sepuluh juta. “Sepuluh juta itu, ya uang seratus ribu tapi jumlahnya ada seratus Ti...” Jelas Hani.

“Apa! Banyak sekali... uang seratus ribu, ada seratus..” Suryati baru terkejut, “Banyak benar mbak! Padahal jumlah uang saya nggak mungkin sebanyak itu. Kok sampai laku segitu mbak? Bisa buat beli bakso berapa ya...” Rupanya Suryati lebih terkejut mendengar kata seratus ribu dari pada sepuluh juta.

“Kalau uangnya kaubelikan bakso semua, bisa mandi bola kau. Bola-bola bakso. Hehehe... Tapi uangnya belum kupegang. Rencananya nanti ditransfer di rekeningku. Kau mau kubuatkan rekening juga?”

“Rekening itu apa tho mbak?”

“Itu lho, tabungan di bank. Emangnya semua uangmu mau kausimpan di kantong plastik! Nanti bisa kadaluarsa lagi.”

“Ya kalau kadaluarsa dijual lagi mbak.”

“Hmmm... ya sayang Ti. Kau keburu mati, uangnya baru laku. Lagipula nggak semua uang kadaluarsa laku. Uangmu itu saja yang laku baru satu koin.”

“Hah! Satu koin. Mbak serius?” Suryati semakin terkejut.

“Iya, rencananya minggu depan ada pembeli lagi. Jadi nanti aku buatkan rekening. Kalau mau ambil uang aku ajari. Di pasar Gudo sudah ada bank cabang. Kau bisa ambil di sana. Minta antar Parmin bila aku tidak ada.”

“Hehehe.. Mbak Hani baik banget. Nanti uang sebanyak itu buat beli apa ya mbak?”

Lihat selengkapnya