Expired Girl Expired Money

daun kecil
Chapter #23

ZIARAH

“MAS kita mau jalan-jalan ke mana? Ini di mana? Kok berhenti di sini?” Suryati terus bertanya.

“Ini namanya daerah Cukir, kita mau ziarah ke makamnya Gus Dur.” Jawab Bahrudin setelah memarkir sepedanya.

“Makam Gus Dur, yang pernah jadi presiden itu mas?”

“Iya, benar, Mbak Suryati pernah ziarah?”

Suryati geleng-geleng kepala. “Ke makam bapak saya saja belum pernah. Apalagi ke makamnya Gus Dur. Baru kali ini Mas.”

Kemudian Bahrudin berhenti pada penjual pakaian dan kerudung. Ia membeli kerudung untuk Suryati. “Mbak Ti pakai kerudung ini. Biar sopan waktu ziarah.”

Perempuan mungil itu menurut, ia memakai kerudung berwarna merah yang telah dijadikannya bentuk segitiga, lalu mengikat kedua ujung kerudung itu di lehernya. Suryati belum pernah memakai kerudung sebelumnya, jadi ia memakai dengan cara sebisanya. Bahrudin juga membelikan buku Tahlil untuk Suryati.

“Lho, mas, saya tidak bisa baca. Kok dikasih buku!”

“Ada teks hurufnya mbak.” Ucap Bahrudin sambil menun-jukkan kepada Suryati.

“Tetap saja mas, saya nggak bisa baca.”

Bahrudin kaget, sambil menggaruk-garuk kepalanya. Ia terheran-heran masih ada saja orang yang buta huruf. “Ya buat pegangan saja, sudah terlanjur dibeli mbak.”

“Mas sering datang ke sini?” Tanya Suryati sambil berjalan di samping Bahrudin. Pria itu memiliki postur tubuh tinggi hingga tinggi Suryati hanya sampai sikunya.

“Iya, sering. Sudah berkali-kali.” Jawab laki-laki tinggi itu yang telah mengikat rambutnya dan memakai kopyah. Sambil terus berjalan.

“Ziarah kubur itu untuk apa mas?”

“Ziarah kubur itu termasuk sunnah dari Rasullullah, untuk mendoakan orang yang telah meninggal, agar mendapat ampu-nan serta terbebas dari azab kubur.” Jelas Bahrudin. “Selain itu bisa mengingatkan kita pada hari kematian dan alam akhirat.”

Mereka pun sampai di tempat ziarah. Suryati melihat banyak orang, suasana sangat ramai ada yang berzikir, ada yang membaca salawat, baca Al-Quran, dan berdoa. Ia duduk bersila di lantai, mengikuti apa yang dilakukan Bahrudin.

“Itu makam Gus Dur ya mas?” Tanya Suryati, namun suaranya tidak begitu terdengar. Bahrudin hanya mengangguk. Selama berziarah perempuan polos itu hanya mengamati orang-orang yang berdoa, ia juga mengamati Bahrudin yang begitu fasih berdoa tanpa membawa buku. Buku yang ia pegang pun hanya dibuka-buka, kemudian ditutupnya lagi karena tak bisa membaca.

Melihat ada orang yang berdoa di kanan kirinya, Suryati ikut menengadahkan tangan dan berdoa di dalam hati. Melihat Bahrudin selesai berdoa, ia pun ikut menyudahi doanya. Mereka pergi dari tempat ziarah kembali ke parkiran.

“Mas tadi baca doa apa sih kok lama sekali?”

“Tadi saya baca Yasin, Tahlil, doa dan salawat sedikit. Hehe.... Mbak baca doa apa? Kok keliatannya sangat khusuk.”

“Nggak baca doa apa-apa. Saya hanya hafal bismilah saja mas. Hehehe.... nggak kayak mas, hafal banyak doa.”

“Ya saya hafal, dulunya waktu sekolah diwajibkan hafalan. Mbak nggak pernah mengaji?”

“Nggak pernah, sibuk cari kayu mas. Buat dijual bisa dapat uang. Mas sendiri kerja apa? Ngajar seperti Mbak Hani?”

“Saya belum bekerja mbak. Masih nganggur. Belum dapat pekerjaan yang cocok.”

“Lho, kenapa nganggur, sayang lho mas masih muda, cari uang banyak. Lalu menikah. Hehehe.. jangan seperti saya. Sen-dirian nggak nikah-nikah.” Ucap Suryati “Saya nggak pernah sekolah, cari kayu itu susah-susah gampang. Tapi harganya murah, jadi harus cari banyak. Mau pilih pekerjaan lain ya nggak ada pilihan mas.”

Lihat selengkapnya