“Selamat datang! Selamat datang di Semesta Angkasa!”
Suara yang menggema, kepada kalian, para pembaca. Suara yang sedang tak ingin diperdengarkan kepada para tokoh. Kali ini, masih khusus pembaca saja. Nikmatilah, karya dengan campur aduk dua semesta dan batas antara fiksi dengan kenyataan yang tipis.
Tenggelamlah!
Ke dalam dunia… Express Project!
Bunyi khas logam tajam menembus daging, dan suara cairan menyembur. Bukan sesuatu yang memekik seperti ledakan, tetapi membuat wajah Wangsa menunjukkan reaksi yang tak jauh berbeda. Dia reflek memalingkan muka sedikit, sambil menyipit.
Dia tak bisa sepenuhnya memejamkan mata, tetapi sesuatu di depannya juga bukan sesuatu yang mudah untuk dipandang. Sekali lagi, bunyi logam membelah daging segar. Cairan yang sejak tadi telah merembes keluar, kini menciprat ke sekitar. Logam itu makin dalam, terdengar seperti menembus tanah—atau memang iya.
Tombak yang menembus dada seorang pria.
Dan gadis empat belas tahun yang berdiri di atasnya.
Itu adalah perempuan dengan pakaian yang semua orang kenal, wajahnya disegani oleh setiap insan memandang, mata yang tampak mati tanpa sebuah senyuman—lebih dingin daripada malam tanpa bulan.
Sebuah bibir yang sama, yang baru saja tersenyum manis dengan mata berbinar sambil tertawa kecil, siang tadi, saat Wangsa duduk di lantai, di tengah ruangan luas—salah satu ruang santai bangsawan di Istana Kerajaan Bumantara.
“Ini hal paling menarik untuk dilakukan bagi Anda, Tuan Putri?”