Eyes

Cumiplutoo
Chapter #3

Chapter 2

Brak! 

“Huwaaaa!” 

“Heh, bedebah sialan!” 

Felix tertawa terbahak-bahak ketika melihat wajah aneh Jimmy saat terkejut setelah ia menggebrak meja. Mata monoloid miliknya melebar dua kali lipat, mulutnya yang tadi mengeluarkan bunyi amat nyaring terbuka sangat besar, mungkin kepalan tangan Felix bisa masuk sangking besarnya. Ditambah dengan hidung yang naik secara dramatis. Semua itu membuat wajah Jimmy cukup konyol untuk di tertawakan.

 Khaira yang duduk di seberang tempat mereka berdiri hanya bisa menggeleng dibuatnya. Jangan tanya seberapa banyak mereka berdua bertengkar, Khaira bahkan tak sempat menghitung karena terlalu seringnya.

Hal tersebut boleh saja dimaklumi, karena walau bagaimanapun kedua manusia itu sangat bertolak belakang. Felix yang berandalan dan Jimmy si kutu buku. Khaira heran kenapa bisa dua orang ini berada di lingkaran pertemanan yang sama dengan dirinya.

Ingatkan Khaira nanti jika seseorang yang pertama kali mengajak Jimmy masuk dalam pergaulan mereka adalah dirinya sendiri.

“Memotret apa, sih? Kok sepertinya serius sekali.” Tanya Felix pada Jimmy yang masih sibuk dengan kameranya.

“Ah, diamlah. Aku sedang membidik mahakarya Tuhan paling indah.” 

Mulut manis Jimmy. Khaira selalu tersenyum ketika Jimmy melemparkan kata-kata manisnya pada apa pun itu yang ia anggap cantik. Mau patung, lukisan, atau bahkan sebuah kaligrafi yang ada di dinding restoran. Terdengar begitu menjijikkan memang, tapi Khaira tahu kalau setiap pujian yang Jimmy lontarkan itu semuanya tulus.  

Hati dan lisan Jimmy selalu sejalan. Jika menurutnya jelek, ia akan dengan gamblang mengungkapkan apa yang ia pikirkan, begitu pula sebaliknya. Jimmy seolah tak punya sedikit pun rasa takut ketika berbicara, selama itu benar kenapa pula ia pendam. 

Sangat berbeda dengan Khaira.

“Ah, bukankah itu Hilya. Hei, kawan, aku mengakui, seleramu bagus juga.” 

“Jangan dekat-dekat dengannya, atau akan aku pisahkan kepala dan badanmu itu,” ucap Jimmy galak. 

“Heh! Santai saja, dia bukan tipeku. Dia sama sekali tak bisa aku ajak main.” 

Jimmy mendengus mendengarnya. “Dasar penjahat kelamin.” 

“Apa bedanya denganmu yang sudah seperti penguntit. Dasar pengecut.” 

“Menurutmu itu lebih baik?” 

“Tentu saja, itu bisa dikatakan sebagai...”

Lupakan, lupakan pertengkaran mereka. Anggap saja dua orang itu kucing yang sedang memperebutkan ikan goreng, begitu pikir Khaira sekarang.

Alih-alih ingin memisahkannya, Khaira memilih untuk menumpukan kepalanya pada lipatan tangan yang ia letakkan di atas meja. Gadis itu menerawang jauh ke taman sekolah yang terlihat jelas dari tempat duduknya. 

Ia menatap tepat ke arah gadis yang Felix dan Jimmy perbincangkan tadi, Hilya. Kini gadis dengan gigi kelinci itu tengah tersenyum lebar membiarkan rambutnya diusap oleh tangan besar pemuda dengan tinggi menjulang yang berdiri di sampingnya. 

Dia terlihat begitu bersinar dengan segala perhatian yang menghujaninya. Dilihat sekilas saja, senyum itu menunjukkan bagaimana bahagianya dia selama ini. 

Khaira iri. Kebahagiaan oranng lain memang selalu terlihat lebih menarik untuk direbut.

Tapi pertanyaannya, apa bisa?

***

Kali ini Khaira menghabiskan sorenya dengan tenggelam bersama soal-soal ujian masuk menuju perguruan tinggi lagi. Namun bedanya kini ia berada di depan kolam berenang, bersandar manis di kursi santai sambil menyamakan jawabannya dengan kunci jawaban yang ada. 

Bibi Nam tadi memberikannya kue kering sebagai teman belajar. Namun ketika tangannya meraba piring di sampingnya, yang ia tangkap hanya udara. Menyadari kalau kudapannya telah raib entah ke mana, Khaira segera terduduk tegak dan disambut oleh tawa menggelegar dari sampingnya. 

“Khai, kuemu digondol kucing, ya?” 

“Kak Hanny?” 

“Hai, Sayang, merindukanku?” 

***

Hening masih mengisi sebagian besar udara di salah satu ruangan megah milik keluarga Khaira. Yang punya rumah dan tamunya memang harus diacungi lima jempol karena terlampau lihai menyamankan diri di suasana penuh kecanggungan seperti ini. Walau yang benar-benar harus diberi penghargaan adalah gadis yang lebih tua karena senantiasa sabar dengan perlakuan Khaira terhadapnya. 

Lihat selengkapnya