Masih di tempat yang sama, sudah sekitar satu jam Khaira duduk diam di kursi taman yang mengarah langsung pada lorong rumah sakit. Tangannya yang mulai mendingin meremas ujung piama rumah sakit di tubuhnya.
Joseph tak kunjung menampakkan batang hidung. Namun Khaira masih belum menyerah. Ia pikir mungkin pria yang ia nanti itu hanya terlambat, mungkin terjadi sesuatu di jalan, mungkin Joseph sedang mengantre sekotak cup cake kesukaannya sekarang atau mungkin tali sepatu Joseph lepas terus hingga ia tak bisa datang tepat pada waktunya.
Khaira tak tahu, ia hanya ingin berharap jika penantiannya tak lagi sia-sia.
***
Nyatanya, Joseph sedang tak memiliki masalah apa pun mengenai antrean atau tali sepatu. Ia malah ingin sekali segera menemui Khaira, jika saja seseorang di depannya ini tidak menghadang pagi-pagi buta di depan rumahnya.
“Jadi mau Anda ini apa?” tanya Joseph. Entah sudah berapa kali ia bertanya, hanya saja lelaki tadi terus terdiam, bertindak seolah ia tidak membuang waktu Joseph yang berharga.
“Tuan, saya tidak punya banyak waktu. Saya harus ke rumah sakit.”
“Apa terjadi sesuatu pada Khaira?” tanya pria tadi tiba-tiba. Suaranya tak bisa terdengar begitu jelas akibat masker yang ia gunakan, tapi telinga Joseph cukup peka untuk menangkap ‘Khaira’ di dalam kalimat yang pria tadi ucapkan.
“Anda kenal Khaira?
Pria itu menghela napas, sebelum akhirnya membuka dengan hati-hati masker yang ia gunakan. “Anda benar-benar lupa siapa saya?”
“Oh, Kenan Mahesa?”
Kenan memutar matanya jengah. Bukan itu yang ia mau.
“Saya yang meminta Anda mengantarkan barang pada Khaira tempo hari. Anda lupa?”
“Astaga,” kata Joseph dengan mulut yang terbuka. Ia kaget setengah mati. Ternyata orang yang beberapa hari bertemu dengannya adalah seorang artis yang sedang naik daun. “Jadi, Anda teman Khaira?”
Kenan menggeleng, “Aku kakaknya.”
Joseph terdiam, perasaan tak percaya dirinya tiba-tiba hilang tak berbekas. Bayangkan saja, seorang gadis yang kau cintai memiliki sebuah silsilah keluarga yang menakjubkan. Mulai dari kakek yang kaya raya dan kakak yang sudah jadi superstar. Sementara Joseph ini apa, mahasiswa modal beasiswa yang gemar mencari pekerjaan sampingan untuk biaya hidup tambahan.
Keduanya kini terdiam. Baik Joseph ataupun Kenan tak ada yang membuka suara sedikit pun. Keduanya seperti tengah tenggelam dalam pikiran masing-masing.
“Perlukah aku ambilkan minum?” tanya Joseph yang enggan diam dalam kecanggungan terlalu lama dengan Kenan.
Namun Kenan menggeleng lagi. “Tidak perlu, aku di sini hanya sebentar. Hanya ingin menanyakan beberapa hal tentang Khaira.”
“Tentang Khaira?” Joseph membeo, sedikit banyak ia kebingungan. Kenan adalah kakak Khaira, yang mana bisa menjadi orang yang paling dekat dengan gadis itu, tapi sekarang kenapa ia bertanya seolah Kenan sama sekali tak tahu menahu soal adiknya.
“Ya,” Kenan menunduk, tangannya terasa sangat basah karena terus berkeringat. “Anda mungkin tahu kalau hubunganku dan keluargaku sedikit kurang baik.”
Oh, ingatlah Joseph pada kemarahan Pak Mahesa tempo hari. Mereka memang memiliki masalah yang cukup pelik, pikir Joseph.
“Lalu apa yang bisa saya bantu?”
“Aku hanya ingin tahu, apa sekarang adikku baik-baik saja?”
“Ya, dari yang saya tahu, Khai baik. Dia bercerita, kalau dia sering pergi ke taman akhir-akhir ini. Katanya, bunga di taman yang ada di rumah sakit sangat indah. Dia betah berada di sampai berjam-jam ...”
Kenan diam mendengarkan Joseph bercerita. Namun di penglihatannya, bukan cerita tentang Khaira yang menarik, melainkan bagaimana cara pemuda itu bercerita. Matanya berbinar-binar dengan nada suara yang sangat antusias. Ia seolah tak pernah mau meninggalkan satu detail dalam ceritanya, hingga kisah yang ia ucapkan begitu rinci.
“Joseph,” ucap Kenan memotong cerita Joseph.
“Ya?”
“Kau menyukai adikku, ya?”
“Hah?”
Tawa Kenan tertahan melihat ekspresi kaget milik Joseph. “Apa kau menyukai Khaira?”
Pertanyaan itu benar-benar membuat Joseph salah tingkah. Kenan sama to the poin-nya dengan Khaira jika bertanya.
“Apa yang Anda maksud?”
“Aku tidak buta, kau bicara seolah Khairalah pusat duniamu. Aku tidak akan melarang. Sebenarnya, akurasa malah mesenang.” Mata tajam Kenan kini menatap Joseph dengan begitu dalam. Yang lebih muda bisa merasakan berbagai perasaan dari sana. Mulai dari cemas, sedih, bahkan cemburu.
“Walau aku tidak begitu banyak menghabiskan waktu bersama Khai. Aku tahu, dia tidak sepenuhnya seorang gadis yang kuat. Kadang Khai bisa jadi sangat rapuh, dia bisa menjadi cengeng. Dan yang aku lihat, hanya pada kau Khai bisa dengan leluasa menunjukkan sisi lemahnya.”
Joseph tersadar, gadis yang sedang mereka bicarakan itu memang bukan seorang gadis yang sepenuhnya kuat, ia bisa menangis, bahkan pernah meraung-raung di pelukannya. Tapi pertanyaannya, apa iya hanya pada Joseph Khaira bisa seperti itu.
“Aku tidak tahu apakah aku salah atau tidak, tapi jika memang kau menaruh perasaan lain pada adikku, tolong jaga dia. Jangan biarkan dia terluka, jangan jadi seseorang sepertiku yang meninggalkannya. Tetaplah bersama dengannya, aku mohon.”
Permintaan Kenan itu tak bisa begitu saja Joseph iyakan. Sampai pria itu pulang pun, pertanyaannya masih tetap menggantung tanpa kepastian. Bukan karena Joseph tak mau, ia hanya belum berani memberi janji. Walau hatinya memang telah bulat, Joseph tetap merasa tak bisa gegabah menghadapi Khaira. Ia masih tetap menjadi orang luar untuk gadis tersebut.
Akhirnya, Joseph memilih kembali masuk ke dalam rumah petaknya. Kelasnya yang sengaja ia lewatkan demi menemani Khaira, ia biarkan sia-sia begitu saja. Pikiran Joseph merasa harus istirahat lebih banyak lagi sebelum bisa menemui gadis tersebut.