Eyes

Cumiplutoo
Chapter #13

Chapter 12

Hanny adalah seseorang yang dilahirkan di antara keluarganya yang sederhana. Mereka tak pernah kekurangan, walau juga tak bisa disebut berlebihan. AyaH hanny seorang guru dan ibunya hanya seorang ibu rumah tangga biasa, mereka memiliki segalanya untuk Hanny. Tempat  berteduh, makanan bergizi, juga keharmonisan keluarga yang tak kalah pentingnya. 

Maka saat ia melihat bagaimana Khaira di istana megahnya, Hanny hanya bisa bergidik ngeri. Rumahnya luas, bahkan mereka bisa bermain bola di ruang utama, tapi keadaannya sepi dan dingin. Tak ada belaian hangat seorang ibu atau petuah bijak dari ayah. Bahkan, walau Khaira memiliki kakek, beliau sama sekali tak pernah Hanny lihat batang hidungnya. 

Dari sana, Hanny selalu bisa mensyukuri apa yang ia dapat. Dibandingkan Khaira yang bergelimang harta, ternyata ia sendiri lebih bisa dikatakan beruntung. 

Khaira punya semuanya, tapi tidak dengan setitik kebahagiaan dari orang-orang yang selalu ia harapkan. di saat Hanny sadar akan hal tersebut, ia ingin lari memeluk Khaira tanpa peduli apa pun risikonya. 

Seperti saat ini, Hanny begitu panik ketika Felix memberi tahu kalau Khaira baru saja selesai operasi. Ia ingin marah karena benar-benar merasa dikhianati oleh kedua temannya itu. Namun setelah dipikir lagi marah pun untuk apa? Khaira masih di sana, menggunakan alat bantu napas di ranjangnya. Tak bergerak, tak sadarkan diri. 

“Kapan dia akan bangun?” tanya Hanny. Pipinya telah basah, hatinya terasa berdarah. 

“Dokter bilang ini tidak akan lama. Mungkin sampai dia benar-benar kuat untuk bangun.” 

“Tapi kapan?” 

“Kita hanya bisa berdoa, Kak.”

“Padahal aku punya berita penting. Dia pasti senang mendengarnya.”  Hanny berucap seraya meremas rok lipit hitam yang ia kenakan.

“Apa?”

“Aku mendapati beasiswa di universitas seni. Aku, bisa menari lagi.” Hanny tersenyum kecil, sementara matanya masih menatap sedih pada pintu di depannya. Felix sendiri hanya diam mengamati wajah Hanny, ia bisa merasakan sebuah kegamangan dalam matanya. Gadis itu pasti senang akan keberuntungan yang ia dapatkan, tapi juga tak bisa memungkiri rasa khawatir dan sedihnya pada Khaira.

Hanny akhirnya hanya bisa mendudukkan pantatnya di samping Felix sambil menatap penuh luka ke arah pintu yang memisahkan mereka dengan Khaira. 

“Apa kakeknya sudah tahu?” 

“Khai bilang, ia telah meminta salah satu penjaga rumahnya untuk menghubungi kakeknya sesaat setelah operasi. Aku rasa beliau akan segera datang. Kau ingin bertemu dengannya?” tanya Felix main-main.

“Tidak. Aku tidak berani.” 

Felix pun sama, ia mana berani menghadapi seseorang sekeras pria tua itu. Karena walau sudah bersahabat dengan Khaira bertahun-tahun, Felix amat sangat jarang bertemu dengan beliau. Sekalinya bertemu, ia hanya akan menunduk dalam karena tatapan penuh intimidasi yang selalu pria itu tunjukkan padanya. 

“Kak Han, aku titip Khaira sebentar. Aku mau ke toilet.” Felixx berdiri, ia sedikit menepuk-nepuk celana jeans dan kemejanya yang kusut.

Hanny mengangguk dan membiarkan Felix pergi. Namun baru juga sekitar lima menit, Hanny sudah merasa kesepian. Lelucon bodoh ketika ia ingat sudah sangat lama Khaira mengalaminya. Kesepian, tampaknya dia sudah sangat akrab dengan kehidupan gadis itu selama ini. Tapi kenapa Khaira begitu tegar. Apa karena dia sudah terbiasa dengan suasana hening, dengan semua kesunyian seperti ini. 

Kadang Hanny pun bertanya-tanya, apakah Khaira tidak bosan bertindak kaku layaknya boneka yang dijerat oleh tali untuk dimainkan? Kalau memang ia bosan kenapa tidak melawan. Hal yang sampai saat ini Hanny tak tahu, Khaira melakukan semua ini demi orang lain. Demi kebahagiaan kakaknya, demi kepuasan kakeknya. Karena bagi Khaira, tujuan utamanya hidup hanya untuk dua orang keluarganya yang tersisa itu. 

Dalam hening yang Hanny rasakan, tiba-tiba ia mendengar langkah kaki asing. Bukan milik Felix. 

Itu Danny. Si oknum SKSD. 

“Jadi benar dia dirawat di sini?” 

“Mau apa kau?” Hanny segera berdiri dan menghadap kea rah Danny.

“Memastikan manusia tak punya hati itu benar-benar sakit atau hanya ingin lari dari tanggung jawabnya saja.” 

Hanny terheran-heran dengan ucapan Danny. Selalu ada kebencian di dalam sana yang sampai sekarang pun Hanny tak mengerti kenapa bisa begitu. 

“Kau datang hanya untuk hal bodoh dan kekanakan seperti itu?” 

Bukannya menjawab Danny malah tertawa seolah meremehkan Hanny.              “Aku hanya ingin lihat dia mendapatkan karma yang setimpal. Apa sekarang dia sedang sekarat? Kalau benar, aku bersyukur atas itu.” 

“Jaga ucapanmu. Dia bahkan tak punya masalah denganmu.” 

Ingin sekali rasanya Hanny menarik bagian keher dari kaos yang Danny pakai saat mulut sampahnya mulai kembali mengoceh tanpa rem. Namun melihat situasi dan di mana ia berada, Hanny tak bisa melakukan apa-apa selain menahan amarahnya.

“Benarkah? Tahu apa kau?” Danny berkata seolah mendakwa Hanny dengan ketidaktahuannya. “Dia yang membuat adikku seperti ini sekarang, dia bertindak jahat pada kami dan harusnya kau juga mengerti karena kau pernah diperlakukan sama olehnya. Dia itu sampah!” 

Plak!

“Aku bilang jaga bicaramu!” Hanny melepaskan tamparannya di pipi sebelah kanan Danny. Peduli setan dengan para perawat yang akan mengusirnya, Hanny hanya tak suka jika Khaira diperlakukan seperti itu. 

“Sejahat-jahatnya Khaira, kau masih lebih jahat dari dia.” 

“Han, aku memang tertarik denganmu. Tapi ternyata kau tak lebih baik dari Khaira. Lagi pula apa yang kau pikirkan, dia berbuat seenaknya padamu.” Danny berusaha meraih tangan Hanny, namun dengan cepat gadis itu menepisnya. 

“Kuingatkan, jangan pernah bicara sebelum tahu kebenarannya. Kau akan menyesal, camkan itu!” 

***

Malam ini rasanya sedikit berbeda. Walau masih sepi seperti biasa, kehampaan itu tak bisa Joseph abaikan.

Wajah Khaira masih bergelayutan di benaknya, suara gadis itu masih menyisakan rasa hangat di hatinya.

Lihat selengkapnya