Bising dan padat, seperti berada dalam plastik minim udara, kotor dan seadanya. Semua berebut nafas berebut nikmat, menghela panjang seolah sepaham untuk melepas beban sementara.
Jendela lapuk yang dilap sering tetap tak bisa menutup usia setiap batang penyanggahnya yang berdiri rentan menemani Dariel dalam lamunan.
Angin berhembus senantiasa terus berhembus, memberikan kesejukan juga ingatan... masa lalu.
"Eh, gak balik Lo, coy?"
"Anjir ngagetin gue mulu, sial."
"Diajakin makan noh, Handphone Lo jangan cuman jadi pajangan doang. Udah butut tuh ya diganti."
"Beliin bukan cuman ngomong doang,"
"Dih males, gue mening beli kopi dari pada beliin Handphone buat Lo."
"Mau makan dimana emang?"
"Gak jadi, Adrian udah balik."
"Terus Lo ngapain ke sini?"
"Ngambil tas,"
"Itu doang?"
"Ya balik juga lah, bye!"
"Eh, Winsy bareng!"
"Buruan elah!"
"Iya."
Terdengar suara barang silih terbanting, itu ulah Dariel yang terburu menyusul langkah Winsy.
Koridor kampus tak lagi ramai jika sore menyapa, terutama di pertengahan saat matahari menjemput sang bulan untuk berganti jaga.
Pada jam seperti ini Mahasiswa rata-rata telah bertemu kasur atau nongkrong manis di kafe terdekat. Alih-alih mengerjakan tugas, kenyataanya hanya diisi dengan obrolan keluh kesah tentang kuliah.
Berada dipertengahan tingkat menuju semester akhir, memang seringkali dilanda pertemuan dengan si jenuh. Ada saja hal yang membuat semua terasa hanya abu-abu, tanpa mau berganti warna memberikan kesan atau sentuhan baru.