F & F ....ketika cinta tak bekerja seperti magnet...

Avtor I Rezysior
Chapter #4

04. Dear diary.... Aku si Lelaki yang Terlahir Tanpa Cinta

Itu aku!

Aku terlahir dengan nama Fariel Yozartan, lahir di sebuah kota kecil di Samarinda dengan anggota keluarga yang cukup banyak, bunda ku melahirkan 7 anak sebelum Ia menghembuskan nafasnya yang terakhir, saat itu aku berumur 9 tahun.

Bunda yang kini wajahnya samar dalam ingatanku merupakan wanita yang tangguh menurutku, selain melahirkan tujuh orang anak beliau juga merupakan tulang punggung keluarga, pagi-pagi sudah harus melawan hembusan angin kencang ke sebuah warung makan kecil di pinggiran jalan raya pusat distrik kota.

Dia harus menempuh jarak lebih dari 20 KM dengan mengendarai angkutan umum, sedangkan ayahku pagi-pagi masih menggeliuk di atas kasur membiarkan anak-anaknya mempersiapkan persiapan sekolah dengan sendiri.

Jika kamu bertanya apa pekerjaan ayahku, jawabannya adalah dia tidak bekerja.

Dia hanya mengandalkan kiriman uang dari saudari perempuannya yang sukses dalam mengarungi 'keindahan' hidup.

Asal kamu tahu? Warung yang setiap hari bundaku tempuh dengan angkutan umum untuk menuju ke sana merupakan salah satu aset pemberian saudari perempuan, ayahku menyuruh kami memanggilnya ibu.

Entah kenapa bunda dan ayahku menyuruh kami – anak-anaknya, dengan sebutan ibu, kamu pasti berpikir kalau kami dan 'ibu' sangat dekat.

Salah!

Kami kenal walau tidak dekat, seatuku waktu kecil aku harus menghabiskan masa liburanku bersamanya, dengan aturan-aturan yang membuatku tak bergerak bebas dan entah kenapa dia tak mennyukai kami keponakannya sendiri.

Namun dia hanya ada di kota kami saat liburan sekolah kalau tak liburan entahlah di mana dia berada.

Dia sangat sibuk, pergi ke sana ke mari, antar pulau dan mungkin antar negara demi bisnisnya.

Dia wanita yang hebat menurutku, namun sayang, sampai umurnya lebih dari 40 dia masih belum diberi anak oleh Tuhan.

Sejak kepergian bunda, ibu sengaja tinggal di kota kami, karena dia tak yakin membiarkan kami diurus oleh adiknya ayah kandung kami.

Setelah lulus SD aku, kakakku, abangku serta adikku di bawahku di bawanya ke Jakarta, katanya di sana kami akan dididik dan dirawat denga baik, dalam sekejap aku sudah di Ibukota, dan di salah satu rumah mewah yang ternyata akan aku tinggali selama di Jakarta.

Sedangkan abangku yang paling besar dan adikku yang paling kecil ditinggal di Samarinda, abangku yang kedua sejak lulus SMP empat tahun lalu dia sudah pergi ke Makassar, bahkan dia tak sempat menghadiri pemakaman bundaku.

Di rumah mewah itu selain kami ada suami dari ibuku yang aku panggil bapak, selain itu ada dua sepupuku kami yang sedari kecil sudah sering bersama kami, mereka juga seperti kami diambil dan dirawat ibu sejak orang-tua mereka meninggal saat mereka kecil.

Jadilah ramai rumah mewah itu seketika.

Aku, abangku dan kakaku yang perempuan diberi tahu oleh ibu kalau kami bersekolah di sekolah asrama, katanya di sana kami akan dijaga, dan dirawat dengan baik.

Jadi rumah ini hanya rumah sementara, tempat dimana akan aku habiskan masa liburanku tanpa teman.

Aku terima pasrah keputusan itu, siapa yang berani membantahnya?

Aku sebenarnya bingung dengan ibuku itu, setahuku dia tak begitu akrab dengan ayahku, tinggal satu kota namun hampir tak pernah bertemu, dia pernah menghina ayahku sekali.

Dan sampai detik ini aku tak tahu apa yang membuat dia sangat membenci ayahku, tapi jikalau dia membenci ayahku kenapa dia ingin mengasuh kami dan membiayai kami sekolah?

Aku betul-betul tak mengerti apa maksudnya sebenarnya.

Hari-hari aku lalui dengan sedih, tanpa orang tua, tanpa abang-abangku tanpa adik-adikku dan tanpa teman.

Hari pertama di asrama aku hanya merapat di dinding kamarku.

Oh ya diary asal kamu tahu, aku dan abangku yang di atas ku terpaut dua tahun dariku, dan uniknya lagi, dari atas ke bawah hanya terpaut dua tahun.

Abangku yang pertama dan yang kedua terpaut dua tahun, yang kedua dengan kakaku perempuan juga dua tahun, begitu juga kakaku itu dengan abangku di atasku, hingga ke adik laki-lakiku yang paling bungsu.

Aku juga heran padahal aku sempat bertanya apakah bundaku ber-KB hanya elakan tawa satu rumah saat aku menanyakan hal tersebut.

Aaaah.... Lagi-lagi aku merindukan bunda.

Tuhaaan?

Sedang apakah dirinya di sana?

Tolong jaga bundaku Ya Tuhaaan!!

Aku dan abangku yang di atasku walau berjarak dua tahun namun kami satu angkatan di sekolah.

Dia pernah tinggal kelas dan aku masuk sekolah dasar lebih cepat satu tahun.

Saat SMP aku seangkatan dan seasrama dengannya.

Kami tak ingin sekamar, dan sebisa mungkin kami tak saling bertemu.

Entah kenapa saat itu aku sangat membencinya begitu juga dengan dirinya.

Hhmmm...

Kami berdua sangat-sangat tidak mirip, aku bermata sipit dan dia bermata besar, hidungku kecil macung tertarik ke atas sedangkan hidungnya besar mancung mencuak, aku mirip anak pedagang di Pasar Glodok sedangkan dia bagaikan anak seorang saudagar Arab di Pasar Baroe.

Satu-satunya yang mirip dari kami adalah bibir kami yang tipis yang kami wariskan dari bunda.

Selain itu nama kami pun tak ada mirip-miripnya, jadi tak ada alasan bagiku untuk berakrab-akrab ria dengannya, karena semua orang tidak tau bahwa aku dan dia adalah adik-kakak kandung.

Dia sibuk dengan dunianya sendiri dan begitu juga denganku, untungnya kami beda kelas, jadi kami tidak pernah ketemu, hanya ketemu sesekali saat acara sekolah atau di ruang makan.

Teman-teman juga tidak ada yang bertanya, ada sesekali bertanya kenapa aku dan dia terlihat saling menjauh dan saling membenci, aku hanya menggeleng dan berkata tidak ada apa-apa.

Namun teman-teman tak bisa dibohongi, kadang aku harus berbicara dengan dia, sebagai adik aku harus memanggilnya abang, dan sudah terbiasa aku memanggilnya abang, sehingga tak sengaja ada yang mendengar aku memanggilnya abang.

Betul apa kata pepatah, sepandai-pandainya menutupi bangkai baunya akan tericum juga.

Mereka memang sudah curiga dari awal karena barang-barang kami serba sama hanya beda warna, ya karena kita membelinya di saat yang sama dan di pilih oleh orang yang sama yaitu kakak sepupuku.

Di saat akhir pekan atau akhir bulan teman-teman lainnya sangat berbahagia dapat kunjungan oleh keluarga mereka, sedangkan aku dan abangku hanya bisa menghibur hati dengan kumpul bersama keluarga teman-temanku itu.

Adikku?

Entahlah, aku belum pernah ketemu dengannya.

Tak ada satupun keluarga ku yang datang menjenguk kami.

Kakakku? kebetulan dia juga berasrama, dan sekolahnya pun sama dengan sekolah kami namun beda region saja, sekolah dan asramanya persis di depan sekolah dan asramaku, aku sering datang ke tempatnya sekedar mencari perhatian, dan dia juga sering datang ke tempat kami untuk menjenguk bahkan membagikan makanannya pada kami.

Aku sayang dengannya sampai detik ini.

Kamu tahu diaryku?

Suatu hari aku sangat senang karena tiba-tiba kakak sepupuku datang menjemputku untuk pulang.

Padahal waktu itu masih jam pelajaran!

Aku dipersilahkan pulang oleh guru dan pengurus asrama, begitu juga dengan abangku, kami hanya saling mengangkat bahu.

Oh ya kakak sepupuku itu baru saja pulang dari kotaku yang lama Samarinda itu lhooo....

Itu pun aku tahu saat ia melihat kami, ia menjelaskan kalau ibu kami merindukan kami.

Dan tentu juga adik perempuanku.

Sama halnya denganku dan abangku, kakakku juga heran kenapa ibu asrama baik sama dia secara tiba-tiba, ia diberi uang saku sebelum pulang, dan kami akhirnya duduk manis di dalam mobil mewah dan besar yang di kendarai kakak sepupuku.

Dia membawa kami jalan-jalan.

Lihat selengkapnya