Dengan tegesa-gesa aku menaiki tangga gedung rektorat calon kampusku, seraya berjalan cepat aku memeriksa kembali kelengkapan berkas-berkas yang harus aku kumpulkan. Kini aku telah memasuki lobby dan sudah kuperiksa semuanya.
Masih utuh.
Tak sabar aku menyerahkannya dan selangkah lagi mimpiku akan menjadi kenyataan.
Akan aku tujukkan pada orang-orang di rumahku, di kampungku bahwa dengan tekad, niat dan usaha yang maksimal apapun itu yang kita inginkan pasti tercapai.
Dengan senyum mengembang aku menuju receptionist.
"Siang mbak ada yang bisa dibantu?" tanya pihak keamanan ketika aku tiba di meja recepitionist.
"Saya mau kasih berkas-berkas untuk beasiswa Pak,"
"Mbak naik ke lantai dua, nanti belok kanan trus ke ruangan kemahasiswaan, ruangan itu ada di ujung lorong, nanti langsung masuk saja!" jelas pria paruh baya selaku pihak keamanan dengan sopan.
"Terima kasih Pak!" kataku sambil mengikuti arahannya.
Dengan sigap aku menaiki tangga, dua anak tangga sekaligus aku langkahi, aku tak sabar untuk memberikan berkas-berkas ini, aku yakin sekali bahwa aku akan mendapatkan beasiswa itu, beasiswa yang sudah kuincar berbulan-bulan lalu, bahkan sebelum nilai terakhir dari SMA-ku keluar.
Aku yakin itu!
Inilah impianku sejak dulu, kuliah di Institut Seni Indonesia di Fakultas Media Rekam Jurusan Televisi akan membuka jendala pada cita-citaku.
Pada mimpiku!
Aku tak sabar untuk memulai hari pertamaku berkuliah, semua bayangan-bayangan indah hadir dalam khayalanku...
Aku dengan kamera...
Aku dengan clipper...
Aku sedang membuat naskah...
Dan aku di lokasi syuting!
Angan-angan itu berpacu cepat seirama dengan langkahku menuju ruang kemahasiswaan.
Dan di sinilah aku, di depan ruangan yang dimaksud pria paruh baya tadi.
Dengan tenang aku mengetuk ruangan paling pojok yang dimaksud.
Seorang wanita hampir setengah abad usianya mempersilakan aku masuk.
"Ada yang bisa dibantu Mbak!?" tanyanya sopan saat aku berdiri di depannya dan mempersilakan aku duduk.
"Begini Bu saya yang beberapa bulan lalu mengambil formulir beasiswa dan sekarang berkas-berkasnya sudah lengkap, saya datang untuk mengembalikan ini," jelasku sambil menyodorkan berkas-berkas yang aku sudah siapkan sebelum memasuki ruangan ini.
Sebisa mungkin aku terlihat tenang, aku tak ingin terlalu bersemangat sehingga membuat diriku salah tingkah dan bertindak bodoh, aku harus bersikap biasa saja meyakinkan padanya bahwa aku berhak mendapatkan beasiswa tersebut.
"Lhoooo.....? Pendaftaran beasiswa sudah tutup Mbak!" dengan mudah wanita itu mengucapkan kata-kata yang seketika membuatku merinding.
Aku kalut..
Bingung..
Cemas..
Marah..
Lemas...
Harapanku satu-satunya lenyap!
Aku terpaku hanya duduk mematung sambil meremas map yang berisi data-data serta berkas-berkas kelengkapan beasiswa.
Menahan emosi.
"Maaf tapi beberapa minggu lalu saya telepon ke sini katanya tutup tanggal tujuh belas! Sekarang tanggal enam belas kan Bu?" ucapku penuh harap.
Berharap ia akan sadar bahwa ia salah tanggal, berharap bahwa ia lupa hari ini bukan tanggal tujuh belas melainkan tanggal enam belas.
"Iya harusnya tanggal tujuh belas tapi beberapa hari lalu Rektor sudah menyeleksinya dan quota-nya juga sudah penuh. Jadi sudah ditutup sejak kemarin!"
"KALAU SUDAH DITUTUP DARI KEMARIN KENAPA ENGGAK ADA PEMBERITAHUANNYA MELALUI TELEPON BUKANNYA CALON BEASISWA YANG MENDAFTAR DIMINTAI DATA-DATANYA?" aku sudah tidak tahan menahan emosi, semua hilang begitu saja satu-satunya harapanku untuk mewujudkan cita-citaku hilang sudah, tidak mungkin aku membiayai kuliahku sendiri mengingat aku tidak ada tabungan sama sekali.
Aku tidak ingin semangatku dikalahkan oleh keadaan, aku harus bisa masuk kampus ini bagaimanapun caranya!
Ada ataupun tidak ada uang!
Tekadku sudah bulat!
"Iya mbaak maaf sekali lagi, tapi jalur beasiswa sudah tidak bisa diisi, kalau mbak mau, mbak bisa ikut jalur PMDK, memang gak beasiswa tapi ada keringanan biaya, mbak tidak diharuskan membayar uang bangunan dan sumbangan cukup SPP dan SKS nya saja. Dan tanpa tes!" wanita itu mencoba menghiburku dengan memberikan solusi lain, aku harus cepat bertindak!
PMDK?
Tanpa uang bangunan?
Dan uang sumbangan?
SPP dan SKSnya saja?
Tanpa tes?
Tapi....
SPP dan SKS saja sudah dua juta lima ratus ribu per semester, bagaimana caranya aku mempunyai uang sebanyak itu?
Hhhhmmmm.....
Baiklah....
Aku harus bertindak urusan uang pasti ada jalan, kesempatan tidak mungkin datang dua kali.
Orang sukses adalah orang yang berani mengambil keputusan bahkan keputusan itu berisiko sekalipun.
"Mbaaak? Bagaimana mbak?" wanita itu menunggu jawabanku.
"Oke deh Bu, terus syaratnya apa?" dengan mantap aku meng-iya-kan
"Syaratnya sama aja kok mbak ama yang beasiswa cuman formulirnya saja yang beda, sebentar yaaah...." selagi wanita itu pergi mengambil formulir aku kembali berpikir.
Apa yang harus aku lakukan? Kalau aku diterima program PMDK itu bagaimana caranya aku membayar uang kuliah?
Aku yakin semester berikutnya aku bisa mendapatkan beasiswa, tapi bagaimana dengan semester ini?
Fel.... Harus cepat berpikir!
Tabunganku tak cukup untuk membayarkan uang kuliah, aku sudah memakai semua uang tabunganku untuk keperluan shooting film pendekku yang beberapa minggu lalu aku ikutkan dalam festival, dan seleksinya masih lama, masih enam bulan lagi baru bisa menikmati hasilnya, itupun kalau menang.
"Huuuuuh......" aku hanya dapat menghela nafas.
Aku tak ingin menyerah, kalau aku beri tahu kabar ini ke ibukuku, pasti ia akan senang dan mulai memojokkanku untuk ambil kuliah di kebidanan, aku tak mau itu.
Cita-citaku hanya satu!
Aku ingin menjadi sutradara yang akan mengalahkan Hanung Bramantyo.
Aku menghela nafas, aku tak tahu apa yang harus aku lakukan.
Aku benar-benar putus asa!
Dengan berat hati aku membuka reseleting tasku lalu aku mengambil buku kecil yang selalu aku bawa kemanapun aku pergi.
Buku yang selalu menampung ide-ideku untuk membuat film.
Buku yang mencatat semua mimpiku, dan menjadi penyemangat dalam hidupku saat kerikil kecil mulai sangkut dalam hidupku.
Ku buka buku kecil itu lalu tulisan tanganku langsung menyambutku.
Ayo Feli kamu pasti bisa mengalahkan Hanung Bramantyo.
Hai aku Feli Pramudhita aku akan jadi sutradara hebat lhooo...
Dan ini adalah buku kecil catatan seorang sutradara!
Aku tertawa kecil melihat tulisan tanganku, saat sedang dibawa fantasiku mengarungi mimpi, tiba-tiba wanita itu kembali dengan menyodorkan seberkas map.