Ervano memutar leher dan pinggang kebas akibat duduk berlama-lama di atas kursi. Usai bersalaman dengan para penggemar dan para pembicara, lelaki berpakaian kasual itu mengarahkan kaki menuju pintu luar. Sang manajer berjalan di samping lelaki itu.
“Aku mau menenangkan diri di rumah, Violana. Kau tidak ingin ikut bersamaku?” tawar Ervano.
“Boleh. Tentu saja boleh,” setuju Violana. Mobil Xenia merah marun telah tiba di hadapan mereka. Ervano memilih bangku belakang sebagai tempat duduk mereka berdua. Ketika keduanya sudah duduk di posisi masing-masing, sang supir menaikan tuas persneling lalu menekan pedal gas. Mobil memelesat meninggalkan pintu keluar hotel.
“Aku tidak menyangka acara tadi berlangsung hampir empat jam. Kurasa para cacing di dalam perutku sudah mengadakan demo besar-besaran,” kelakar Ervano.
Violana membalas kelakar Ervano dengan seulas senyum tipis di bibir. “Kurasa aku juga begitu. Pinggangku sakit sekali berlama-lama duduk di sana,” keluh Violana sambil memegang pinggangnya.