Aku ingin menjadi penulis terkenal.
Kecintaan begitu besar akan dunia literasi dimulai saat dirinya di bangku Sekolah Dasar. Buku apapun selalu menjadi teman setia kala waktu senggang. Kalau teman-teman sepermainan memilih bermain-main atau bercengkerama, ia lebih memilih menutup pintu kamar. Menghabiskan waktu berdua bersama buku-buku kesayangan.
Buku bagai kawan yang tak banyak komentar. Buku menghadirkan susunan kata per kata yang memilih sukarela menghibur kalau dunia nyata hanya menebar sunyi dan senyap. Buku bagai kawan yang tak mengecewakan. Karena dia akan memberimu suatu pandangan baru dan dunia baru yang mungkin belum pernah kautemui sebelumnya. Orang-orang baru dengan sikap berbeda, latar belakang berbeda dan fisik serta mental berbeda.
Meski sering bergaul dengan buku-buku, ia masih bergaul dengan teman-teman sebaya. Walau hanya sekedar bertegur sapa.
Suatu kali, ada lelaki nakal mencoba mengganggu kemesraan dirinya dengan buku kesayangannya.
Perempuan itu duduk di bangku taman mini. Dua lelaki nakal dengan tawa menjengkelkan menghampiri perempuan itu.
“Buku apa sih yang kamu baca?” tanya lelaki nakal itu sambil menarik paksa buku yang dipegang perempuan itu.
“Kembalikan! Kembalikan buku itu!” jerit perempuan itu. Tak rela ‘kekasih’nya diganggu orang lain.
Sambil melihat-lihat isi buku secara cepat, ia melempar buku itu tepat di muka perempuan itu.
“Dasar cewek aneh! Emangnya buku itu bisa kamu ajak ngomong dan main-main?!”
Perempuan itu memilih tak menjawab. Ia memilih bungkam sambil menatap nanar lelaki yang sedang mencibir dirinya.
“Ayo teman-teman. Kita tinggalkan cewek aneh ini,” ajak lelaki berpostur gempal dan pendek. Tak lupa sebelum pergi, ia menempeleng kepala perempuan itu sambil tertawa mengejek.
Sebelum pindah ke tempat lain, ia memilih menatap penuh kesal, ketiga lelaki jahil yang baru saja mengusili dirinya.
***
Kalau para perempuan puber menyibukan diri dengan trend pakaian dan kosmetik, perempuan satu ini memilih enggan mengikuti. Ia lebih nyaman dengan model standard anak SMA ditambah kacamata bertengger di depan kedua mata.
Disibukkan pula dengan gonta-ganti pacar. Cari pacar dengan lelaki yang mempunyai reputasi cemerlang di sekolah. Tapi sekali lagi, perempuan itu tidak terlalu memikirkan apa itu pacar dan lika-liku menarik dalam dunia pacaran.
Bagi dirinya, pacar terbaik adalah buku. Ia bisa saja membeli novel romansa dengan berbagai lika-liku cinta cukup menguras emosi. Dari berbagai pengarang, negara dan latar belakang. Tapi novel romansa dari luar negeri selalu menarik perhatian dirinya. Dari novel-novel romansa yang selama ini dibaca, setidaknya mengetahui bagaimana seluk-beluk dunia pacaran dan percintaan sepasang kekasih. Menilai semua itu dengan sudut pandang yang ia ciptakan sendiri.
Melalui membaca, impian yang semula ia ragukan, mulai menuntut untuk segera direalisasikan. Menjadi seorang penulis terkenal.
Satu langkah kecil sudah dilakukan untuk menggapai impian itu—membaca. Seseorang yang gemar membaca, memiliki renjana untuk menulis sebuah buku. Buku yang ditulis dengan kedua tangannya. Sistem operasi rumit di otak akan merealisasikan berbagai kata-kata dalam sebuah tulisan. Terkonsep pada ide yang dibawakan penulis itu sendiri. Tapi, ia tidak tahu harus memulai darimana.
Dia membutuhkan seorang cukup ahli dalam bidang kepenulisan. Atau, memiliki buku panduan dari seorang yang sudah cukup lama berkecimpung dalam dunia kepenulisan.
Waktu itu, ia belum punya cukup keberanian bertanya pada penulis yang punya segudang keahlian dalam kepenulisan. Belum lagi rasa takut atau segan ketika ia bertanya pada penulis kondang. Takut jikalau pertanyaannya tidak direspon dengan baik. Jadilah, ia mencari teknik-teknik menulis melalui internet.
Coba-coba menulis sebuah puisi. Menurut dia, menulis puisi adalah hal yang cukup mudah. Bisa berkata hal seperti itu karena ia pernah memenangkan lomba baca puisi tingkat kabupaten. Namun membuat puisi seindah Chairil Anwar, W.S Rendra atau Sapardi Joko Damono selalu ia coba lakukan jika tidak sedang mengerjakan tugas-tugas serius.
Pernah menulis cerpen. Tak terkira berapa banyak cerpen sudah dicoba dia tulis. Namun tetek benget Ejaan Baca Indonesia dan struktur dasar cerita tak pernah menjadi perhatian. Yang penting menulis. Menulis untuk kesenangan pribadi.
Namun setelah membaca teknik-teknik dasar dalam menulis, ia baru menyadari kalau kata-kata yang berada di kepala dan akan dijadikan suatu cerita tak sembarang menulis. Selalu menempatkan unsur SPOK dalam membuat kalimat. Selalu memprioritaskan kalimat utama dan kalimat penjelas jika ingin membuat sebuah paragraf.
Saat dia ingin menerapkan teknik itu, tak disangka ia tak bisa berbuat apa-apa. Serba hati-hati dalam menempatkan apakah suatu kata adalah subjek, predikat, objek, atau keterangan. Begitu juga dalam membuat paragraf. Bagaimana membuat paragraf berisi kalimat utama dengan gagasan utama dan kalimat penjelas dengan gagasan penjelas. Sungguh teknik ini membuat isi kepalanya seratus persen tak berfungsi.
Daripada bingung, dia memilih terus mencari teknik menulis yang gampang diterapkan. Juga, membaca banyak novel bagus. Dari novel-novel itu, ia bisa mengoreksi apakah kata-kata yang ada dalam novel bacaannya sudah mengandung unsur SPOK dan unsur kalimat utama serta kalimat penjelas per paragraf.
Lambat laun, keinginan menuliskan sebuah novel semakin tak terbendung. Tapi banyak teknik menulis yang berkata begini dan begitu, membuat dirinya tak mampu menuliskan sepatah kata pun. Bingung harus menerapkan teknik seperti apa dalam menulis cerita yang baik dan benar.
***