3 Januari 2013
Sejak mengobrol panjang lebar dengan sang penulis via Facebook, perempuan itu bertekad menyelesaikan naskah yang sempat tertunda. Setiap malam tak pernah absen suara jemari beradu dengan tuts laptop. Pertama kali, ia selalu menargetkan jumlah halaman yang akan diketik. Paling banyak empat halaman setiap hari. Meskipun ada tugas kuliah, ia lebih mengutamakan ketikan naskah daripada tugas kuliah.
AKBP Jon Haris sedang melakukan penyergapan di markas sang pembunuh berantai bersama dengan dua anggotanya. Ia mengacungkan pistol di sebelah kanan sambil mengendap pelan-pelan. Aura kesunyian bercampur kematian terasa menyesakkan di dada mereka. Bau anyir dan busuk dari darah mengering menusuk penciuman.
“Kalian harus berhati-hati. Dia bisa bersembunyi di mana saja. Ini wilayahnya,” instruksi AKBP Jon Haris.
Sebuah gudang logistik yang sudah terbengkalai hampir sembilan tahun sudah tentu menjadi sarang kejahatan apalagi gudang itu cocok sebagai tempat eksekusi para pembunuh atau pemerkosa. Salah satu anggota AKBP Jon Haris, Briptu Ian Sumandi mengamati sebauh lemari kayu teronggok lapuk. Bercat cokelat memiliki dua pintu.
“Lapor komandan, ada sebuah lemari di bagian belakang gudang.”