19 Maret 2016
Ervano menggeleng tak percaya dengan apa yang ada di hadapannya saat ini. Gedung yang menjadi tempat mencurahkan ilmu kepenulisan kepada anak-anak sekolah dan mahasiswa luluh lantak bak disapu angin topan.
Kerusakan bukan hanya terjadi pada gembok pagar tapi kaca dan CCTV yang terpasang juga ikut dirusak. Tirai alumunium yang menutupi ruang administrasi sekaligus jalan masuk para anak les, juga tak luput dari pembobolan. Serpihan kaca berserakan di lantai. Berkas-berkas penting yang berada dalam laci administrasi dan ruang rapat, berhambur di lantai keramik. Ervano tak henti-hentinya mengutuk tindakan pengrusakan sekaligus pembobolan kelewat batas.
Oh Tuhan-ku, bagaimana ini bisa terjadi? tanya Ervano dalam hati. Sementara itu, beberapa polisi sedang melakukan penyisiran dan investigasi pada orang-orang terkait atau berkemungkinan menyaksikan pengrusakan itu. Termasuk Ervano sendiri.
***
Menenangkan diri di depan teras rumah sudah menjadi kebiasaan lelaki itu. Ditemani secangkir kopi susu dan musik pop lawas, menjadikan suasana rumah setenang surga. Ervano menggoyangkan kepala, mengikuti suara dan melodi musik sang penyanyi. Namun gangguan kecil menginterupsi kesenangan Ervano. Muka sedikit berkerut sambil berdecak kesal ketika suara handphone berbunyi begitu kencang. Ervano memberhentikan lagu yang sedang diputar lalu mengangkat panggilan masuk.
“Halo, ya ada apa Tanto?”
“Halo Pak Ervano, gedung les kita mengalami kerusakan—“ Belum sempat kawan Ervano melanjutkan perkataan, Ervano mematikan handphone, tergesa-gesa berlari menuju kamar tidur. Mengganti baju dan mengambil kunci mobil yang tergantung di atas dinding kamar.
***
Ervano memilih memakirkan mobil di kerumanan orang memadati gedung les. Menggunakan kedua tangannya, ia mencoba membelah kepadatan untuk mengetahui detil kerusakan yang terjadi.
Ketika sudah berada di barisan paling depan, Ervano melihat Tanto yang menelepon tadi lewat handphone, sedang berdiri mengamati beberapa polisi yang sedang sibuk menyisiri TKP. Lelaki berambut setengah botak itu berada di belakang garis polisi.
“Tanto... sejak kapan kamu sampai di sini? Dan siapa pertama kali menelepon pihak kepolisian?” tanya Ervano tergesa-gesa sambil mengatur deru napas agar tak terlalu buru-buru.