15 Februari 2013
Dengan ditemani segelas teh manis panas, perempuan itu sedang menunggu lima kertas terakhir keluar dari mesin cetak.
Perempuan itu melirik ke arah jam dinding. Pukul delapan pagi. Dan dia masih belum mandi. Padahal acara book signing bertempat di Toko Buku Gramedia Leuwi Pajang. Jika ditaksir kasar, waktu tempuh dari rumah ke toko buku akan menghabiskan waktu dua jam dari Purwakarta.
Kalau begini aku akan terlambat, cemas batin perempuan itu. Tapi satu hal yang masih dia syukuri. Naskah novel perdananya sudah selesai dua hari sebelum hari H.
***
Dalam kondisi rambut masih lembab dan lambung masih mencerna makanan, perempuan itu telah berada di terminal. Menunggu keberangkatan bus dari Purwakarta menuju terminal Leuwi Pajang.
“Kau benar-benar nekat, Adikku. Demi tandatangan tak seberapa dari seorang penulis, kau mau menempuh perjalanan berjam-jam ke Leuwi Pajang,” ujar sang kakak yang masih berdiri menasihati sang adik.
“Kau tidak akan mengerti antusiasme fans terhadap karya seorang seniman. Aku sangat mengerti apa yang kulakukan ini bukanlah sesuatu yang tak berguna. Lagipula, aku punya urusan penting dengan penulis novel itu,” bela perempuan berkucir karet itu sambil menatap sang kakak penuh keyakinan.
“Aku benar-benar tidak mengerti jalan pikiranmu,” respons sang kakak yang kelihatan pasrah dengan adiknya. “Ini. Ada sedikit uang diberikan ibu untukmu.” Sang kakak mengangsurkan empat lembar nominal lima puluh ribu ke tangan sang adik.
“Apa masih kurang?” tanya sang kakak guna memastikan.
“Mungkin lima puluh ribu lagi,” jawab perempuan itu sambil tersenyum kecil.
Sang kakak menarik dompet dari dalam saku celana, memberikan selembar uang lima puluh ribu ke tangan sang adik.
“Ini sudah cukup,” kata sang adik sambil berjalan meninggalkan sang kakak. Perempuan itu langsung menaiki bus begitu sang kondektur mengatakan tujuan bus itu pergi.
***
Menikmati hijau suasana alam membuat hati perempuan itu tenang. Semula terasa resah karena ia akan terlambat ke acara signing book. Perempuan itu memilih memasrahkan diri, berdoa kepada Sang Mahakuasa agar ia masih punya kesempatan bertemu dengan sang penulis idola.
Struktur jalan berkelok-kelok ditambah udara dingin, mulai menggelitik kelopak mata agar segera melelapkan diri. Dan sekarang perempuan itu benar-benar membenamkan diri dalam tidur lelapnya.