Fabricated Love

Liz Lavender
Chapter #1

ONE

[ TEAKREATION Inc a.k.a My Sucks Office, 3rd floor, Upper Grandstead Street #10M, Port Ludlow ]

Chronicle Boredom!

Istilah itu yang bertengger di pikiranku meski jemariku sibuk menari di atas tuts keyboard komputer dan mataku menatap layar laptop. Aku mengambil istilah itu dari sebuah permainan komputer, Caesar. Permainan simulasi membangun kerajaan Romawi kuno, yang mempunyai misi memenangkan peperangan atau membuat rakyatmu sejahtera. Nah, saat kau tidak cukup membangunkan tempat-tempat hiburan seperti amphitheatre, colosseum, atau hippodrome, rakyatmu akan protes. Seorang karakter dokter di kotamu akan mengatakan,”This city is so dull! A patient even ask me to cure his chronicle boredom!”

Mungkin penyakit kebosanan kronis-ku ini harus segera disembuhkan juga. Seperti dalam permainan favoritku itu, yang selalu kumainkan di akhir pekan (jika Jeff tidak datang ke apartemen tentunya). Aku sangat bosan dengan pekerjaanku. Sangat bosan dengan meja persegi tempat laptopku selalu bertahta dan kursi kantor hitamku yang tuasnya tidak berfungsi lagi untuk dinaik-turunkan. Rodanya pun sudah menimbulkan suara tidak enak di telinga tiap kali aku menggeser kursiku, untuk menengok Summer, yang duduk tak jauh dari area kerjaku.

“Halloway!” suara menyebalkan itu selalu sangat risih kudengar. Tiap kali dia memanggilku dari dalam ruangannya, pasti dia akan memintaku mengerjakan sesuatu. Dulu aku selalu menjawab, ”Ya, Sir” sebelum aku berjalan memasuki ruangannya. Tapi, setelah setahun aku bekerja disini, aku sudah malas untuk menjawab panggilannya. Aku hanya berjalan menuju ruangannya yang kali itu pintunya terbuka, tanpa kata-kata apapun.

Begitu masuk ke dalam ruangan dinginnya, aku melihat ke arah pria berambut coklat dengan lekukan wajahnya yang tegas, menatap ke layar laptopnya. Dia berumur mungkin lima tahun lebih tua dariku. Pria yang sangat diidolakan Summer. Dia memang tampan, tapi kelakuannya yang seenaknya sendiri (karena dia bos), membuatku muak.

“Ya, Sir?” ucapku pada akhirnya.

“Kenapa produksi order dari 44Meubles belum juga dimulai? Kau tahu kan kalau deadline-nya satu bulan lagi?!” pria itu serta merta memarahiku. Seperti biasanya. Tanpa menoleh kepadaku, matanya masih membaca laporan produksi yang kukirimkan padanya beberapa saat yang lalu.

“Maaf, Sir, tapi stock kayu kering di produksi sedang habis. Hari ini baru saja datang dua kontainer log kayu, yang tentu saja harus masuk ke proses pengeringan sebelum memulai pengerjaan,” jawabku apa adanya.

“Kenapa bisa begini?”

“Kayu baru dikirim setelah kita membayar uang mukanya, Sir. Sementara kondisi keuangan membuat kita terlambat membayarnya. Jadi, pengiriman juga ikut terlambat,” ucapku menjelaskan sementara aku tahu persis dia sudah tahu mengenai kondisi keuangan perusahaan yang sedang krisis. Kadang dia memang begitu, seakan lupa dan tidak mau tahu. Dia hanya ingin semua berjalan sesuai rencana.

Damn it,” gumamnya sambil menggaruk-garuk kepala, menandakan mulai kebingungan.

“Ada lagi, Sir?” tanyaku karena malas berlama-lama di dalam ruangan ini. Beda dengan Summer, yang paling senang berlama-lama disini.

“Panggilkan Vazquez,” ucapnya. Aku langsung mengangguk dan berjalan keluar. Tentu saja, dia akan selalu memanggil Summer saat kebingungan seperti itu, meski Summer tidak ada hubungannya dengan masalah ini. Summer adalah seorang drafter, penggambar desain-desain mebel yang diproduksi pabrik tempatku bekerja ini. Tapi, Summer lah yang bisa mengubah raut kacau di wajahnya menjadi senyuman.

“Summer!” panggilku pada perempuan cantik berambut pirang ikal, yang tengah sibuk dengan program AutoCad di layar laptopnya.

“Apa?” balasnya tanpa memandangku.

“Yang Mulia Derrick McKenzie memanggilmu.”

Summer langsung menoleh padaku dan tersenyum, "Really? Sesuatu yang penting atau tidak penting?” tanyanya.

“Tidak penting,” jawabku sudah mengetahui kata sandi tentang penting dan tidak penting itu.

Senyum Summer makin lebar. Setelah memperhatikan sekitar dan memastikan orang-orang sibuk dengan pekerjaannya, Summer langsung cepat-cepat memoleskan bedak dan lipstik di wajahnya yang sebenarnya sudah cantik tanpa make up.

Thanks, my dear Genevieve,” ucapnya sebelum berjalan menuju ruangan Mr. ‘Damn’rick.

Aku kembali ke kursiku sambil menyadari pintu ruangan Mr. ‘Damn’rick tertutup rapat setelah Summer masuk ke dalamnya. Biasanya butuh waktu sepuluh menit sebelum bos-ku itu kembali ceria. Entah apa yang mereka lakukan. Aku tak habis pikir pada Summer. Dia tahu kalau Derrick McKenzie sudah bertunangan, tapi dia mau-maunya kadang-kadang diajak keluar untuk berkencan dan kadang juga berkencan di dalam ruangan seperti yang mereka lakukan sekarang ini.

“... yang ini namanya Genevieve Halloway, dia seorang Production Planner...

Suara seorang laki-laki membuyarkan pikiranku lima menit kemudian. Mr. Kennedy, seorang staf Departemen HRD berjalan menuju ke mejaku membawa seorang pria.

“Miss Halloway, perkenalkan staf IT baru kita, Mr. Riley Copeland,” ucap Mr. Kennedy memperkenalkan pria itu.

Kuulurkan tanganku,”Genevieve Halloway. Selamat datang,”

Dia menjabat tanganku, ”Riley Copeland. Terima kasih,” ucapnya dengan senyum yang singkat. Rambutnya coklat. Alis tebal, mata dalam dan tajam yang dimilikinya, mirip mata Jeff-ku, tapi tentu saja berbeda. Jeff-ku lah yang paling sempurna. Mereka kemudian berlalu dari hadapanku.

Sesaat kemudian, pintu ruangan bos terbuka, Summer keluar dari sana dengan anggunnya, seperti tidak pernah terjadi apa-apa, meski aku tahu, pasti telah terjadi sesuatu.

“Siapa pria manis itu?” tanyanya melihat ke arah Riley Copeland yang sedang berkenalan dengan teman-teman lain.

“Anak baru. IT,” jawabku singkat sambil meneruskan pekerjaanku.

“Wow, siapa namanya?”

“Riley Copeland.”

“Dari mana asalnya? Umurnya berapa?”

Lihat selengkapnya