Fabricated Love

Liz Lavender
Chapter #2

TWO

 “Tapi, Sir..” aku tak tahu harus bekata apa pada orang menyebalkan ini. Bagaimana bisa dengan santainya dia mengatakan ingin menginap di apartemenku??

“Kau keberatan? Kau tega membiarkan bosmu tidak bisa kembali ke rumah dan harus menyusuri hujan salju lebat untuk mencari hotel? Kau sudah berbuat sangat baik padaku, Halloway, tidak ada salahnya kan sedikit lagi menambah kebaikanmu?”

Aku menatap wajah liciknya yang bibirnya memainkan kata-kata untuk menjebakku. “Tapi... tapi apa kata orang lain kalau tahu? Umm... tunangan Anda... apakah tidak akan marah dan...”

“Tunanganku sedang ke luar kota, Halloway. Dan dia bukan tipe orang pencemburu. Lagipula kita tidak melakukan apapun, bukan? Anggap saja aku adalah tamu yang akan menginap di... umm... anggap saja apartemenmu ini penginapan untuk malam ini. Aku akan membayarnya. Aku akan menghitung sebagai lemburmu malam ini, bagaimana?”

Pria itu memotong kalimatku dan bicara seenaknya sendiri. Aku sangat kesal hingga aku mendengar dia akan membayar sebagai lemburanku. Hmm, aku tak bisa memungkiri bahwa aku memang butuh uang tambahan untuk membeli jam tangan mahal sebagai kado spesial untuk ulang tahun Jeff minggu depan. Dan akhir pekan ini sudah akhir bulan, aku akan mendapatkan gaji dan tambahan lemburanku agar bisa membelikan jam tangan itu sebelum minggu depan.

Oke, tunangannya bukan pencemburu, tapi bagaimana dengan Jeff-ku?! Bagaimana kalau Jeff sampai tahu ada pria lain menginap di apartemenku?

“Kalau perlu aku akan menelepon pacarmu itu dan memina ijin padanya. Kupikir, kalau aku minta ijin baik-baik, sebagai pria dewasa dia tidak akan keberatan,” ucapnya lagi seakan menjawab pertanyaan di pikiranku. Aku heran, bagaimana bisa dari tadi dia sering mampu membaca apa yang kupikirkan? Jangan-jangan dia seorang psychic!

Aku makin bingung. Seandainya dia pria lain, sudah dari tadi aku mengusirnya. Tapi Derrick adalah bos-ku. Aku teringat kembali dengan jam tangan mahal itu. Minggu lalu aku dan Jeff berjalan-jalan di Hunt&Gunn Mall. Jeff yang tak pernah begitu suka berlama-lama melihat-lihat sesuatu, tiba-tiba dia berhenti di depan outlet jam tangan. Pandangannya tertuju pada sebuah jam tangan yang dipamerkan di balik kaca display. Ketika aku bertanya apakah dia menginginkan jam itu, dia hanya menggeleng dan kembali menggandeng tanganku berlalu dari outlet itu. Tapi aku bisa melihat dari pancaran matanya, dia sangat tertarik dengan jam tangan itu. Aku tahu persis karena Jeff jarang sekali menginginkan sesuatu.

“Lebih baik Anda jangan meneleponnya, Sir. Biar saya yang memberitahunya. Baiklah, Anda boleh menginap di sini,” ucapku pada akhirnya.

Derrick pun tersenyum, ”Baiklah, terima kasih, Halloway. Oh ya, jangan khawatir, aku tidak akan minta tidur di kamarmu, aku akan tidur di sofa dan kau bisa mengunci rapat kamarmu.”

Aku mencoba tersenyum atas pernyataan yang baru saja dibuatnya. Dia pikir aku akan menyuruhnya tidur di kamarku dan aku tidur di sofa? Yang benar saja, dia memang bos dan berkata akan membayar atas menginapnya dia malam ini di apartemenku, tapi aku tidak akan membiarkannya memasuki ruangan pribadiku.

“Kamar mandinya di sebelah sana, Sir.” tunjukku pada pintu kamar mandi tamu yang terletak di samping dapur kecil terbuka-ku.

Apartemenku ini tidak terlalu besar. Ketika pintu depan dibuka ke dalam, langsung akan terlihat sebuah gantungan mantel berdiri menyambut, dan sekat berupa rak buku, membuat dapur kecil dibaliknya akan terlihat dari sela-sela susunan baris rak. Aku membeli rak itu ketika Teakreation Inc mengadakan lelang khusus karyawan atas produk-produk lamanya. Menoleh ke kanan, sebuah sofa 2 seats terlihat empuk, sofa yang biasa memanjakanku bersama Jeff, dan kini sedang diduduki oleh Derrick. Sofa tersebut, ditemani dua buah sofa 1 seat dan sebuah meja, menghadap ke televisi layar datar yang terpasang di tembok. Dapur kecilku terbuka menghadap ke meja makan bulat dengan empat kursi mengelilinginya. Hanya ada satu kamar tidur dan satu kamar mandi di apartemen yang kusewa sejak tiga tahun yang lalu ini. Mrs. Johnson, pemilik apartemen sudah berulang kali menyarankanku untuk membeli saja apartemen yang sudah lama kusewa ini. Namun, tabunganku belum cukup, dan aku masih berjaga-jaga, siapa tahu... yah siapa tahu, Jeff akan membawa hubungan kami ke arah yang lebih serius, mungkin dia mengajakku tinggal di apartemennya atau... umm... entahlah, menikah dengannya mungkin. Well, aku pikir sah-sah saja aku berharap.

“Oke, Halloway. Aku memang ingin ke kamar mandi.” Derrick berdiri dan menuju ke kamar mandi sementara aku membereskan dapur.

Sekitar satu jam kemudian, aku sudah memasuki kamarku dan menguncinya, membiarkan bos-ku yang telah tertidur di sofa sementara aku tidak bisa tidur juga. Berulang kali aku menghubungi Summer, ingin menceritakan tentang pria sempurna-nya yang kini berada di apartemenku, tapi Summer tak mengangkat teleponnya. Sama halnya dengan Jeff, dia tidak mengangkat teleponku.

Merasa haus, aku turun dari ranjang, beranjak keluar dari kamar. Ketika akan menuju ke dapur, kulihat Derrick meringkuk tidur di sofa. Sepertinya dia kedinginan. Setelah menghabiskan segelas air putih, aku masuk kembali ke kamar, mengambil sebuah selimut dari dalam almari dan membawanya menuju ruang duduk. Dengan ragu-ragu, kubentangkan selimut itu di atas tubuh Derrick, menutupi bahu hingga kakinya. Aku hanya tidak ingin besok dia mengeluh kedinginan dan tidak membayar uang lemburanku alias uang menginapnya malam ini.

*-*-*-

[ TEAKREATION Inc a.k.a My Sucks Office, 3rd floor, Upper Grandstead Street #10M, Port Ludlow ]

Dengan tas yang masih ditenteng di tangannya, Summer berjalan cepat ke arahku yang baru saja datang dan duduk di kursi kerjaku. Tampangnya marah, dia langsung menyerangku dengan pertanyaannya, ”Jelaskan padaku bagaimana bisa kau berangkat naik taksi bersama Derrick McKenzie?!”

Aku menoleh padanya, ”Tenanglah, Summer. Aku tidak ada apa-apa dengan pria sempurnamu itu. Kau kenapa tadi malam susah sekali dihubungi?”

“Ponselku ketinggalan di kantor. Apa yang terjadi, Gene?”

“Semalam dia menginap di apartemenku...”

Belum sempat kujelaskan, Summer langsung memotongnya,”Menginap?!” ucapannya langsung membuat beberapa orang di kantor menoleh ke arah kami.

“Sst, pelankan suaramu, Summer. Derrick tiba-tiba datang ke apartemenku..”

“Bukankah tadi malam kau kencan dengan Jeff?!” Summer kembali memotong kalimatku.

“Biarkan aku bicara dulu.”

Summer melipat tangannya di depan dada, menanti penjelasanku. Wajahnya bagaikan seorang perempuan yang sedang melabrakku karena telah menjadi selingkuhan pacarnya.

“Derrick tiba-tiba datang, dia bilang mobilnya mogok di dekat apartemenku. Dia sudah menelepon bengkel tapi orang bengkel terjebak hujan salju. Dengan enaknya dia berkata ingin menginap di apartemenku karena tidak ada yang bisa menjemputnya dan susah mencari taksi.”

“Kenapa kau membolehkannya? Kau bisa saja kan mengusirnya? Bagaimana dengan Jeff?” tanya Summer seakan kurang puas dengan penjelasanku.

“Aku tidak bisa menolaknya. Meski aku sudah bosan berada di sini, tapi aku masih takut kehilangan pekerjaanku. Apalagi dia menawariku uang lembur sebagai ganti atas biaya menginapnya di apartemenku. Kau tahu kan, kalau aku ingin membelikan Jeff jam tangan? Summer, dia tidur di sofa dan aku mengunci kamarku. Tidak ada apa-apa. Jeff tidak datang tadi malam.”

“Bagaimana aku bisa percaya? Tidak ada yang bisa menolak Derrick McKenzie. Tidak ada yang akan bisa tahan dari godaan seorang Derrick McKenzie.”

“Aku bisa! Aku tidak tertarik sedikitpun dengannya, Summer. Sekalipun matahari terbit dari barat, kau tidak boleh berpikir ada apa-apa antara aku dan dia.”

Summer hanya cemberut dan duduk di kursinya tanpa berkata apapun. Tampaknya dia benar-benar tidak terima dan marah padaku. Penjelasan seperti apapun saat ini tidak akan bisa membuat marahnya hilang. Aku pun membiarkannya saja.

Setengah hari kulalui tanpa sepatah katapun dari Summer. Berulang kali aku mengajaknya berbicara, dia tetap saja cuek. Hingga aku harus duduk sendirian menikmati makan siangku di kantin siang itu. Summer pergi makan siang di luar tanpa memberitahuku.

“Boleh saya duduk di sini, Miss Halloway?” kudengar sebuah suara membuyarkan lamunanku. Aku menemukan karyawan baru bagian IT itu sebagai sumber suaranya. Dia membawa nampan makan siangnya dan berdiri di dekat kursi di hadapanku.

“Silakan,” ucapku.

“Anda sendirian, Miss Halloway? Kemarin Anda makan bersama teman yang meja kerjanya di dekat Anda,” tanyanya sambil mulai menyantap makanannya.

“Panggil saja aku Gene. Iya, aku sendirian. Summer sedang marah padaku. So, bagaimana kesan pertamamu dua hari bekerja di sini, Riley? Aku boleh memanggilmu Riley kan?”

Riley mengangguk, “Tentu saja, Gene. Kesanku di sini? Umm... So far so good.”

“Dulu kerja dimana?” tanyaku mencoba mengalihkan kegusaran di pikiranku karena aku merasa orang-orang kantor sejak pagi banyak yang mengamatiku, entah kenapa. Di kantin ini pun, aku merasakan pandangan aneh dari mereka.

“Di Cexoo Corp.”

“Cexoo Corp? Perusahaan pembuat games itu? Lalu kenapa berhenti dari sana dan pindah kemari?”

“Masalah internal perusahaan, manajemen yang kurang bagus membuatku tidak betah. Hingga aku melihat lowongan di sini, dan aku melamarnya. Lagipula, tempat ini tidak jauh dari apartemenku.”

“Oh ya? Dimana apartemenmu?” tanyaku masih sambil memperhatikan orang-orang di sekitar yang kadang-kadang melihat ke arahku. Sangat tidak biasa.

“Crest Grove. Umm... kamu kenapa? Kelihatannya tidak tenang.”

“Dekat perempatan sebelum belok ke kawasan Upper Grandstead? Entahlah, Riley, aku merasa sejak pagi tadi orang-orang kantor melihatku aneh. Kau tahu sesuatu?”

Riley meminum coke-nya sambil melirik ke sekitar. ”Iya, dekat perempatan. Aku.. tidak tahu tepatnya sih, hanya saja, aku mendengar teman-teman di Departemen IT, mereka membicarakanmu.”

“Membicarakan apa? Katakan padaku,” tanyaku penasaran.

“Umm... bagaimana ya? Aku tidak tahu persis, aku kan masih baru di sini. Aku belum akrab dengan mereka...”

“Ayolah, Riley... santai saja, katakan padaku. Aku siap mendengar apapun. “

“Mereka membicarakanmu. Katanya... maaf, mereka bilang semalam bos besar menghabiskan malam dan menginap di apartemenmu.”

“Apa?!” ucapku hampir berteriak karena terkejut,”Gila! Mereka pasti berpikir macam-macam tentangku!”

“Aku tahu pikiran mereka tentangmu tidak benar,” ucap Riley santai, sambil menikmati pudingnya.

“Maksudnya?” tanyaku bingung sekaligus masih khawatir akan pemikiran orang tentangku.

“Kau tadi bilang kan kalau orang-orang pasti berpikiran macam-macam? Menurutku kau tidak macam-macam dengan bos besar.”

“Katakan pada mereka, Riley. Tidak ada apa-apa antara aku dan Mr. McKenzie. Tadi malam mobilnya mogok di dekat apartemenku, dan aku hanya membantunya. Aku tidak menyangka akan begini jadinya.” Aku mendesah putus asa. Saat ini orang-orang di kantor mengira aku ada apa-apa dengan Derrick McKenzie, padahal Summer lah yang sebenarnya ada sesuatu dengan bos besar.

“Aku percaya padamu,” ucap Riley.

“Terima kasih, Riley. “

Riley hanya mengangguk. Aku menatapnya. Sepertinya dia orang yang enak untuk diajak berteman.

“Bagaimana kau yakin padaku dan tidak termakan oleh gosip yang mereka katakan tentangku?” tanyaku kemudian.

“Dari aku memperhatikan orang-orang dan memperhatikanmu dua hari ini, aku rasa kau bukan orang semacam itu. I just knew,” jawabnya lalu tersenyum.

*-*-*-*

Lihat selengkapnya