Faceless Girl

Baggas Prakhaza
Chapter #1

Wanita Tanpa Wajah

Pagi itu, matahari bersinar cerah, namun hati Arthan terasa mendung. Langkah kakinya berat menuju sekolah, dan seperti biasa, kepalanya tertunduk. Ia berjalan pelan di antara suara tawa teman-temannya yang terdengar seperti pisau tajam menusuk dadanya.

"Heh, Arthan! Kamu telat lagi? Hati-hati tanah bisa retak karena bebanmu!" teriak salah seorang teman dengan nada mengejek, diikuti gelak tawa yang memekakkan telinga.

Arthan mengangkat wajahnya sejenak, mencoba menatap mereka, tetapi akhirnya hanya menunduk lagi tanpa berkata apa-apa. Kata-kata itu sudah seperti angin yang terus berhembus di hidupnya, meski ia tahu angin itu tak pernah membawa kesejukan.

"Apa gunanya kamu datang ke sekolah? Tidak ada yang peduli padamu, si gendut yatim piatu!" ejekan lainnya menyusul, membuat tawa semakin riuh.

Namun, Arthan hanya diam. Ia menggenggam tali ranselnya erat-erat, menahan air mata yang hampir tumpah. Ia tahu jika ia melawan, ejekan itu akan semakin parah. Jadi, ia memilih menelan rasa sakitnya sendiri, menyimpannya jauh di lubuk hati.

Ketika bel tanda pulang berbunyi, Arthan segera berjalan cepat keluar sekolah, ingin segera meninggalkan tempat itu. Di rumah, ia menemukan neneknya sedang duduk di kursi goyang di ruang tamu. Wajahnya yang penuh kerut menyiratkan kehangatan meski ia tampak lelah.

"Arthan, kemarilah," panggil nenek dengan suara lembut.

Arthan mendekat, meletakkan tasnya, lalu duduk di dekat nenek.

"Kamu baik-baik saja hari ini, Nak?" tanya nenek, meski ia sudah tahu jawabannya.

Arthan mengangguk perlahan, namun matanya berkaca-kaca. Neneknya menarik napas panjang, lalu memeluk cucunya.

"Arthan, kamu tahu, ada satu hal yang bisa membuat hidup kita lebih ringan," ucap nenek sambil membelai rambut Arthan.

"Apa itu, Nek?" tanyanya dengan suara serak.

"Mimpi," jawab neneknya, sambil tersenyum samar. "Kadang, mimpi membawa kita ke tempat di mana luka di hati kita bisa sembuh. Aku pernah bermimpi tentang seseorang tanpa wajah. Dalam mimpi itu, dia memberiku perasaan yang tak pernah kurasakan sebelumnya. Seolah-olah dia tahu semua rasa sakitku dan memeluknya, membuatku merasa dihargai."

Arthan menatap neneknya, matanya penuh tanda tanya. "Seseorang tanpa wajah? Siapa dia, Nek?"

Nenek tersenyum kecil. "Aku tidak tahu, Nak. Tapi satu hal yang pasti, dia ada untuk mereka yang terluka. Dia membawa cinta dan kehangatan bagi mereka yang kesepian."

Cerita nenek malam itu begitu panjang, penuh detail dan emosi. Kata-kata nenek terdengar seperti alunan lagu pengantar tidur, membuat mata Arthan semakin berat.

"Nenek percaya, suatu hari kamu juga akan bertemu dengannya," ucap nenek, sebelum berdiri dari kursinya. "Selamat tidur, cucuku. Semoga mimpimu indah."

Nenek menatap Arthan untuk terakhir kalinya sebelum mematikan lampu dan menutup pintu kamarnya.

Malam itu, Arthan tidur dengan hati yang sedikit lebih tenang, meski bayangan hinaan di sekolah masih berputar di kepalanya. Namun, dalam tidurnya, sesuatu yang luar biasa terjadi.

Arthan berdiri di sebuah taman yang dipenuhi bunga berwarna-warni. Kupu-kupu beterbangan dengan indahnya, menciptakan suasana damai yang belum pernah ia rasakan. Di tengah taman itu, ia melihat seorang gadis.

Lihat selengkapnya